Selasa, 29 Maret 2011

ANALISIS MAKNA SEMIOTIK NOVEL "KHOTBAH DI ATAS BUKIT"

ANALISIS MAKNA SEMIOTIK NOVEL "KHOTBAH DI ATAS BUKIT"
Karya Kuntowijoyo


Oleh :

ENDAH TRI UTAMI


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam dunia kesastraan mengenal prosa sebagai salah satu jenis sastra. Prosa dalam pengertian kesastraan juga disebut fiksi. Karya fiksi merupakan suatu karya yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan. Karya fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama interaksinya dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan.
Novel sebagai salah satu karya sastra fiksi dibangun oleh unsur-unsur pembangun yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Novel merupakan sebuah struktur organisasi yang kompleks, unik dan mengungkapkan sesuatu secara tidak langsung. Hal ini menyebabkan sulitnya pembaca untuk menafsirkannya. Pembaca dapat memahami secara lebih baik suatu karya serta mampu mengungkap dan menangkap makna dalam sebuah karya sastra perlu memiliki sikap kritis.
Untuk memudahkan pembaca dalam memhami dan menangkap makna sebuah karya sastra fiksi. Dalam bab pembahasan makalah ini akan membahas analisis novel "Khotbah di Atas Bukit" dari struktur dan makna semiotiknya.

B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini ada beberapa maslaah yang ingin dibahas:
1. Apa pengertian pendekatan semiotik?
2. Bagaiaman analisis struktural novel "Khotbah di Atas Bukit"?
3. Bagaimana analisis makna semiotik novel "Khotbah di Atas Bukit"?

C. Tujuan
Dalam penulisan makalah ini ada beberapa tujuan yang ingin dicapai:
1. Memaparkan pengertian pendekatan semiotik.
2. Mendeskripsikan analisis struktural novel "Khotbah di Atas Bukit".
3. Mendeskripsikan analisis semiotik novel "Khotbah di Atas Bukit".
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendekatan Semiotik
Semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang berarti tanda. Semiotika adalah model penelitian sastra dengan memperhatikan tanda-tanda. Tanda tersebut dianggap mewakili sesuatu objek secara representatif (Endraswara, 2003: 64).
Semiotik (semiotika) adalah imu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa sosial/masyarakat dan kehidupan merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dalam lapangan kritik sastra, penelitian semiotik meliputi analisis sastra sebagai sebuah penggunaan bahasa yang bergantung pada (sifat-sifat) yang menyebabkan bermacam-macam cara (modus) wacana mempunyai makna (Preminger, dkk., 1974:980 dalam Pradopo, dkk., 2003: 68).
Semiotik adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Hoed, 1992: 68) dalam Nurgiyantoro, 2007:40).

B. Sinopsis Novel ”Khotbah di Atas Bukit”
Novel "Khotbah di Atas Bukit menceritakan Barman seorang laki-laki tua pensiunan pegawai negeri yang hidup bersama anaknya yang bernama Bobi. Barman mengisi harinya di sebuah villa di daerah perbukitan. Ia ingin mencari ketenangan hidup dalam menghabiskan masa tuanya. Di sana ia bertemu Popi. Popi dulunya adalah seorang tuna susila. Akhirnya mereka pun menikah dan hidup bahagia.
Suatu hari Barman bertemu dengan Humam seorang laki-laki yang mirip dengannya. Mereka menjalin persahabatan. Banyak pelajaran yang didapat Barman dari Humam. Persahabatan mereka menyebabkan hubungan Barman dengan Popi merenggang. Tak lama kemudian Humam meninggal. Setelah kematian Humam, Barmam menjalankan ajaran Humam dan menyebarkan ajarannya kepada penduduk sekitarnya. Penduduk pun banyak yang berdatangan. Tetapi orang-orang sampai di bukit Barman justru bingung. Akhirnya ia mampu mengucapkan khotbahnya dengan mengatakan bahwa “Hidup ini tidak berharga untuk dilanjutkan, maka bunuhlah dirimu”. Barman pun bunuh diri tanpa sepengetahuan orang-orang. Setelah Barman meninggal, Popi pun meninggalkan rumah itu dan ia menemui seorang laki-laki dengan melepaskan hasratnya yang selama ini ia pendam pada orang yang disayanginya.

C. Analisis Struktural Novel “Khotbah di Atas Bukit”
Sebuah karya sastra fiksi menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur (pembangun)-nya. Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian susunan, penegasan, dan gambaran secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams, 1981: 68 dalam Nurgiyantoro, 2007:36).
Strukturalisme dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antar unsur pembangun karya yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2007: 36).
Menurut Robert Stanton ada tiga bagian struktur fiksi, yaitu: tema, fakta cerita, sarana cerita. Fakta dalam sebuah cerita meliputi penokohan, latar/setting, alur/plot, sarana sastra meliputi sudut pandang (Point of View), gaya bahasa, dan teknik cerita. Teknik cerita ada dua, yaitu secara dramatik (tidak langsung) dan secara analitik (langsung).
Dalam novel "Khotbah di Atas Bukit" struktur fiksinya antara lain:
1. Tema cerita
Tema adalah gagasan atau ide yang menjadi dasar cerita. Tema dalam novel "Khotbah di Atas Bukit" adalah tentang perjalanan manusia mencari hakikat diri. Dalam novel ini pengarang menggambarkan gagasan-gagasan filsafat, spiritual.

2. Penokohan
Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones, 1968: 33 dalam Nurgiyantoro, 2007:165)
a. Tokoh Barman
Tokoh Barman dilukiskan memiliki watak yang ragu, bingung, dan mudah terpengaruh.
b. Tokoh Humam
Tokoh Humam dilukiskan keinginannya yang ingin bebas hidup menyendiri dan meniggalkan kehidupan duniawi.
c. Tokoh Popi
Popi adalah istri Barman yang dulunya adalah seorang tuna susila dan kembali lagi kedunianya setelah Barman meninggal.
d. Tokoh Bobi
Bobi dilukiskan sebagai seorang anak yang menyayangi ayahnya dan berbakti kepada orang tuanya ia ingin membahagiakan ayahnya.
3. Latar / setting
latar adalah tempat, waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar dalam novel ini adalah di daerah perbukitan/pegunungan, di pasar, di sungai.
4. Alur/plot
Alur/plor adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain (Stanton, 1965: 14).
Alur/plot cerita dalam novel "Khotbah di Atas Bukit" dimulai dari Barman seorang pensiunan pegawai negeri yang menghabiskan waktu hidupnya bersama Popi di daerah perbukitan. Kemudian Barman bertemu dengan seseorang bernama Humam.
Pertemuannya dengan Humam membuat perubahan besar dalam kehidupan Barman yang pada akhirnya hidup Barman berakhir setelah mengatakan khotbahnya di atas bukit dengan bunuh diri ke jurang.
Berdasarkan alur/plot cerita tersebut pengarang menggunakan alur maju.
5. Sudut pandang/point of view
Sudut pandang point of view adalah cara dan pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh tindakan latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams, 1981:142).
Dalam novel ini pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga yang serba tahu. Pengarang berada diluar cerita bertindak sebagai pengamat sekaligus sebagai narator yang menjelaskan peristiwa yang berlangsung serta suasana perasaan dan pikiran para tokohnya.
6. Gaya bahasa
Gaya bahasa yang digunakan pengarang adalah menggunakan bahasa Indonesia dan terdapat pula ungkapan-ungkapan filsafat.
7. Teknik cerita
Teknik cerita yang digunakan pengarang adalah secara analitik (langsung). Pengarang langsung memaparkan tentang watak/karakter tokoh.

D. Analisis Makna Semiotik Novel "Khotbah di Atas Bukit"
Analsisi semiotik menekankan pada sejauh mana aktivitas tokoh-tokoh yang berperan dengan segala peristiwa yang mendukungnya dan pemakaman tanda-tanda yang terdapat dalam novel "Khotbah di Atas Bukit". Tokoh Barman sangat menyukai hidup di daerah perbukitan. Suasana di daerah perbukitan terasa sangat bersih sehingga mendukung untuk mencari ketenangan pada masa-masa tuanya. Ia menghabiskan waktu hidupnya setelah menjadi pensiunan pegawai negeri bersama Popi dengan udara perbukitan yang bersih dan suasana yang tenang. Di perbukitan itu ia hidup bahagia meskipun sebenarnya dalam hubungan yang lebih khusus Barman tak sepenuhnya dapat memberi kebahagiaan.
Dalam analisis semiotik ini mendeskripsikan kehidupan seseorang yang tenang dan bahagia di tengah hiruk-pikuk materialistis-hedonis. Kemudian pendakian ke gunung yang merupakan simbol perjalanan rohani dan penyucian diri di sungai dengan air yang jernih; pertemuan dengan Humam dan kematian. Dari analisis semiotik tersebut dapat disimpulkan makna dalam novel "Khotbah di Atas Bukit" adalah gambaran kehidupan manusia dengan ketenangan dan kebahagiaan di tengah hiruk-pikuk materialistis-hedonis yang kemudian dipertentangkan dengan perjalanan rohani mencari hakikat diri dan penyucian diri yang pada akhirnya menuju kematian.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Semiotik adalah ilmu yang mengkaji tentang tanda tanda.
2. Strutkur novel "Khotbah di Atas Bukit" terdiri dari tema, penokohan, latar, alur, sudut pandang, gaya bahasa, dan teknik cerita. novel ini mendasarkan pada perjalanan manusia mencari hakikat diri.
3. Makna semiotik dalam novel "Khotbah di Atas Bukit" adalah gambaran kehidupan manusia denan ketenangan dan kebahagiaan di tengah hiruk-pikuk materialistis-hedonis yang kemudian dipertentangkan dengan perjalanan rohani mencari hakikat diri dan penyucian diri yang pada akhirnya menuju kematian.


DAFTAR PUSTAKA

Nurgyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta; Gadjah Mada University Press.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

Pradopo, Rachmat Djoko dkk, 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: PT. Hanindita Graham Widya.

Kuntowijoyo. 1976. Khotbah Di Atas Bukit. Yogyakarta: Bentang Pustaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar