Selasa, 29 Maret 2011

Kumpulan resensi novel

Judul buku : Harimau! Harimau!
Penulis : Mochtar Lubis
Penerbit : Pustaka Jaya
Tahun terbit : 1975
Tebal buku : 220 halaman

Harimau! Harimau! adalah novel yang berhasil mendapat hadiah sebagai novel terbaik tahun 1975 yang diberikan oleh Yayasan Buku Utama Depdikbud. Novel ini cukup mendapat tanggapan yang positif dari beberapa pengamat sastra Indonesia. Novel Harimau! Harimau! juga diterjemahkan ke dalam bahasa Cina dan dijadikan sebagai pelajaran sastra di berbagai Universitas Tiongkok.
Novel ini mengisahkan tujuh orang pendamar di hutan damar di daerah Sumatra. Mereka adalah Pak Haji Rahmad, Buyung, Sanip, Talib, Pak Balam, Sutan, dan Wak Katok yang merupakan pemimpin rombongan karena ia seorang guru silat dan memiliki mantera.
Di hutan mereka menginap di gubug Wak Hitam, seorang ahli ilmu gaib dan sihir. Wak Hitam sering tinggal di gubug peristirahatannya itu bersama Siti Rubiyah, istri keempatnya yang muda belia. Melihat istri Wak Hitam, banyak pendamar tergoda oleh kecantikannya. Pada suatu hari ketika Siti Rubiyah sedang mandi di sungai, Wak Katok mengintipnya dan berusaha menyeretnya ke semak. Buyung yang sudah punya tunangan pun jatuh cinta pada Siti Rubiyah. Siti Rubiyah yang menderita hidup dengan Wak Hitam menyambut cinta Buyung. Mereka menjalin hubungan mesra.
Suatu hari dalam perburuannya para pendamar mendapat seekor rusa yang sebenarnya sudah diincar harimau tua. Karena mangsanya diambil, harimau itu marah. Pada hari berikutnya, harimau itu menerkam Pak Balam hingga terluka parah. Merasa ajal telah dekat, Pak Balam berpendapat bahwa harimau itu adalah utusan Tuhan untuk membalas dosa yang telah diperbuat, maka ia pun mengakui dosa karena telah membiarkan Wak Katok merampok, membunuh, dan memperkosa. Pendapat Pak Balam ini menimbulkan konflik diantara para pendamar. Satu pihak menuntut agar masing-masing orang mengaku dan bertobat atas dosa-dosanya, pihak lain tidak mau karena dosa adalah tanggung jawab pribadi masing-masing.
Giliran berikutnya, Talib diterkam harimau dan meninggal. Maka mereka pun memutuskan untuk memburu harimau itu. Ketika bertemu dengan harimau buruannya, Wak Katok yang membawa senjata dan memiliki mantera ternyata tidak dapat berbuat apa-apa. Dari peristiwa ini terungkap bahwa Wak Katok adalah pengecut dan penipu. Merasa rahasianya telah terbongkar, Wak Katok berencana membunuh teman-temannya. Diantara mereka terjadilah perseteruan memperebutkan senjata. Pak Haji Rahmad tertembak dan meninggal. Namun, Wak Katok dapat dilumpuhkan lalu diikat untuk umpan harimau. ketika harimau datang hendak memangsa Wak Katok, Buyung segera menembaknya tepat dikepala, dan harimau itu pun tersungkur.
Buyung sadar bahwa untuk keselamatan bersama, kezaliman, kemunafikan dan egoisme, harus dihilangkan, Buyung merasa lega karena telah terbebas dari cengkeraman tahayul dan mantera serta jimat palsu. Buyung dan Sanip segera meninggalkan hutan damar itu dan menyerahkan Wak Katok kepada polisi karena ia telah membunuh Pak Haji Rahmad, dan berbuat kejahatan-kejahatan lain yang terungkap selama dalam cekaman maut oleh harimau.
Makna yang dapat diambil adalah tentang kehidupan masyarakat perkampungan yang menggantungkan hidupnya dengan mencari damar dan berburu rusa di hutan. Hidupnya di hutan yang di dalam hutan tersebut terdapat binatang buas yaitu harimau milik Wak Hitam. Harimau tersebut mengambil nyawa Pak Balam tetapi ketika harimau itu hampir mengambil nyawa Pak Balam, ia sadar atas dosa-dosanya yang dilakukan pada masa hidupnya. Begitu juga dengan teman-temannya.
Dilihat dari aspek moral, novel ini menceritakan perilaku tokoh yang tidak baik, salah satunya lewat tokoh Wak Katok yang suka mencuri, merampok, membunuh, dan memperkosa. Selain itu, dilihat dari aspek religi menceritakan masih adanya kepercayaan terhadap jimat, ilmu ghaib, mantra, dan sihir.

Judul Buku : Ronggeng Dukuh Paruk
Penulis : Ahmad Tohari
Penerbit : Gramedia
Tahun terbit : 1982
Tebal Buku : 400 halaman

Ronggeng Dukuh Paruk merupakan novel bagian dari trilogi cerita tentang Ronggeng di Dukuh Paruk. Novel kedua berjudul Lintang Kemukus Dini Hari dan yang ketiga berjudul Jantera Bianglala.
Novel ini mengisahkan di Dukuh Paruk seorang gadis yatim piatu yang berusia 11 tahun dinobatkan menjadi Ronggeng, namanya adalah Srintil. Mendengar berita bahwa Dukuh Paruk sudah menemukan seorang ronggeng yang mampu membangkitkan kembali Dukuh Paruk yang mati, seluruh penduduk menyambutnya dengan gembira. Karena dengan adanya ronggeng tersebut citra Dukuh Paruk sebagai Dukuh Ronggeng akan bangkit lagi.
Beberapa hari kemudian Srintil menari pertama kali di depan penonton dari segala penjuru. Uang pun berlimpah diatas panggung ronggeng Srintil. Suasana damai dan gembira melingkupi para pesaing yang memperebutkan ronggeng Srintil. Orang yang merasa paling bahagia dengan dinobatkannya Srintil menjadi seorang ronggeng adalah kakek dan neneknya. Mereka marasa usaha mengasuh Srintil tidak sia-sia. Mereka berhasil menjadikan Srintil sebagai seorang ronggeng dan sudah direstui oleh keramat dukuh ronggeng Ki Secamenggala.
Namun, seorang pemuda bernama Rasus sangat kecewa dan sedih mendengar penobatan Srintil sebagai ronggeng Dukuh Paruk. Ia sangat mencintai Srintil, kekasihnya itu. Ia beranggapan bila Srintil menjadi ronggeng, berarti Srintil menjadi milik semua orang. Semua orang akan bebas meniduri Srintil karena memang itulah kehidupan seorang ronggeng sejak dulu.
Untuk menjadi seorang ronggeng, Srintil harus menyerahkan keperawanannya kepada orang yang telah ditentukan oleh sang dukun ronggeng yaitu Ki Kertareja. Rasus sudah mengetahui bahwa pemuda Dower dan Sulam-lah yang akan mendapatkan keperawanan Srintil pertama kali. Karena kedua pemuda itu telah memenangkan sayembara yang telah ditentukan oleh dukun Ki Kertareja. Sulam sudah menyerahkan seringgit uang emas dan pemuda Dower menyerahkan seekor kerbau dan dua rupiah uang perak kepada Ki Kertareja.
Pada suatu malam yang sudah ditentukan, Srintil pun dibawa ke makam Ki Secamenggala, kemudian ia dimandikan di depan makam itu. Setelah dimandikan, ia akan menjalankan tahap selanjutnya yaitu menjadi budak kelambu, yaitu menyerahkan keperawanannya kapada kedua pemuda yang telah memenangkan sayembara itu. Pada malam itu, kedua pemuda itu malah bertengkar dan saling memperebutkan giliran yang pertama berhak meniduri Srintil. Pertengkaran itu diam-diam didengar oleh Rasus. Tanpa diduga, saat Rasus dalam keadaan sedih, tiba-tiba Srintil menghampiri Rasus di belakang rumah dukun Kertareja. Srintil memohon pada Rasus untuk menidurinya waktu itu. Setelah Rasus selesai meniduri Srintil barulah Dower dan Sulam datang.
Setelah Rasus selesai meniduri Srintil, ia pergi meninggalkan dukuh Paruk dan Srintil yang sangat ia cintai dan dibencinya saat itu, karena Srintil sudah menjadi milik semua orang. Kemudian Rasus pergi ke desa Dawuran untuk mengasingkan diri. Rasus mencoba menyingkirkan bayangan Srintil dari dalam dirinya. Ketika Srintil datang untuk meminta Rasus menjadi suaminya, Rasus menolak dengan tegas karena ia sudah memutuskan untuk mengalah dan membiarkan Srintil menjadi milik orang banyak untuk menjadi ronggeng yang membanggakan Dukuh Paruk. Tetapi, keputusan itu dan semua peristiwa yang telah terjadi pada diri Srintil justru membuat ia menjadi gila pada akhirnya.
Makna dari novel ini yaitu menceritakan kehidupan seorang perempuan yang menjadi ronggeng. Sehingga perempuan itu harus rela kehilangan keperawanannya untuk pria manapun yang mampu membayarnya dengan tarif tinggi. Ia harus menjadi seorang ronggeng yang disukai semua orang meskipun ia harus mengabaikan kekasih hatinya.
Dilihat dari aspek budaya, novel ini menceritakan tentang kesenian ronggeng yang berada di daerah Jawa. Kesenian ronggeng tersebut telah hampir menghilang karena tidak ada lagi seorang ronggeng yang menghidupkan kembali Dukuh Paruk. Setelah sekian lama mereka menunggu datangnya ronggeng. Srintil pun dinobatkan sebagai ronggeng dan melaksanakan upacara budak kelambu.
Adanya aspek psikologis yang tampak dalam perilaku tokohnya yaitu Srintil yang akhirnya menjadi gila karena diusianya yang masih dini, ia harus menjadi seorang ronggeng yang harus bersedia menjadi milik banyak orang. Selain itu, juga karena ia ditinggalkan oleh Rasus, kekasih yang sangat disayangi dan dicintainya.
Dilihat dari aspek moral, dapat dilihat dalam novel ini tampak pada perilaku tokoh-tokohnya seperti Rasus, Dower, Sulam dan pria-pria yang lain yang meniduri Srintil secara bergilir. Sedangkan dari aspek politik tampak pada perilaku tokoh Dower dan Sulam yang menyuap Ki Kertareja untuk memenangkan sayembara dengan menyerahkan seringgit uang emas oleh Sulam dan seekor kerbau dan dua rupiah perak oleh Dower.


Judul Buku : Merahnya Merah
Penulis : Iwan Simatupang
Penerbit : CV. Haji Masagung
Tahun terbit : 1968
Tebal buku : 162 halaman

Merahnya merah adalah novel yang paling banyak dibicarakan oleh pengamat sastra, baik di dalam negeri maupun di luar negeri dan selalu mendapat tanggapan yang positif.
Novel ini menceritakan di sebuah kota besar muncul seorang Tokoh Kita dalam komunitas gelandangan. Sebelumnya Tokoh Kita ini mempunyai sejarah kehidupan yang panjang. Sebelum meletusnya revolusi fisik, ia adalah seorang laki-laki calon rahib. Saat revolusi ia menjadi algojo yang bertugas untuk memenggal kepala para pengkhianat yang tertangkap. Namun, setelah revolusi ia masuk rumah sakit jiwa. Dalam komunitas gelandangan Tokoh Kita mendapat cukup perhatian, dia dihormati dan dicintai oleh para anggota gelandangan lainnya.
Di dalam komunitas gelandangan muncul wanita bernama Maria yang memiliki perhatian terhadap Tokoh Kita. Maria memiliki masa lalu yang suram, ia juga pernah diperkosa. Keduanya menjalin hubungan yang mesra. Namun, setelah Tokoh Kita membawa Fifi untuk masuk ke dalam komunitas gelandangan, sikap Maria sering marah dan cemburu melihat keakraban antara Tokoh Kita dengan Fifi. Fifi adalah seorang gadis yatim piatu berusia 14 tahun yang menjadi seorang pelacur. Dari awal Maria tidak menyukai Fifi masuk ke keluarga mereka.
Suatu hari Fifi menghilang dan semua gelandangan pun resah. Akhirnya Pak Centeng putus asa karena Tokoh Kita juga menghilang diikuti dengan menghilangnya Maria, itu membuatnya malu karena gagal mencari Fifi dan Tokoh Kita serta Maria. Beberapa hari kemudian Tokoh Kita muncul tetapi tidak bersama dengan Fifi dan Maria. Semua orang di komunitas gelandangan bertanya kepada Tokoh Kita dimana Fifi dan Maria berada. Ternyata Fifi hilang karena telah dibunuh oleh Maria karena ia merasa iri dan cemburu. Akhirnya Maria masuk biara dengan bertaubat.
Bagi para gelandangan kabar yang disampaikan oleh Tokoh Kita itu membuat mereka merasa terharu dan lega. Namun, Pak Centeng sangat marah kepada Tokoh Kita. Dia menganggap Tokoh Kita yang menyebabkan terjadinya semua keadaan ini. Pak Centeng sangat marah dan ia mencabut goloknya dan diarahkan ke kepala Tokoh Kita. Tetapi saat Pak Centeng ingin menebas leher Tokoh Kita, polisi datang dan mengacungkan pistol mereka ke arah Pak Centeng. Pak Centeng tetap nekat dan menebas leher Tokoh Kita. Bersamaan dengan kejadian itu, polisi pun langsung menembak Pak Centeng. Akhirnya keduanya meninggal bersamaan dan dimakamkan dengan upacara militer yang dihadiri oleh Pejabat Tinggi Negara.
Makna dalam novel ini adalah kehidupan di sebuah kota besar dengan komunitas gelandangan. Persahabatan dan kekompakan yang dirasakan dalam komunitas itu, tapi semua berakhir dengan kedatangan anggota baru yaitu Fifi. Tokoh Kita pun manyukai Fifi. Maria, yang disukai Tokoh Kita sebelumnya merasa cemburu dan membunuh Fifi. Kemudian ia menjadi biarawati untuk menebus dosanya. Tokoh Kita pun meninggal karena dibunuh oleh Pak Centeng yang merasa marah kepada Tokoh Kita. Dia pun meninggal ditembak polisi.
Dilihat dari aspek sosial, tampak pada perilaku tokoh-tokohnya yaitu adanya persahabatan dan kekompakan dalam komunitas gelandangan. Sedangkan dari aspek psikologis dan moral tampak pada perilaku Maria yang merasa marah, iri dan cemburu karena melihat Tokoh Kita menyukai Fifi dan akhirnya ia membunuh Fifi. Selain itu, juga tokoh Pak Centeng yang marah terhadap Tokoh Kita dan membunuhnya.
Dilihat dari aspek religi tampak pada tokoh Maria yang berubah menjadi seorang biarawati untuk menebus dosanya karena telah membunuh Fifi.


Judul Buku : Laskar Pelangi
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : PT Bentang Pustaka
Tahun terbit : 2005
Tebal buku : 534 halaman

Laskar pelangi merupakan novel bagian pertama dari novel tetralogi karya Andrea Hirata. Novel keduanya yaitu Sang Pemimpi, ketiga Edensor dan yang keempat Maryamah Karpov. Novel ini mendapat tanggapan yang positif dari beberapa sastrawan. Novel ini juga disukai oleh banyak kalangan.
Novel ini menceritakan sebuah daerah di Belitong dimana terdapat sebuah sekolah terpencil yang bahkan tak tersentuh tangan pemerintah. Sekolah itu adalah sekolah Muhammadiyah. Bertahan demi pendidikan rakyat miskin. Pengorbanan dari satu-satunya pengajar yang bertahan demi kemajuan pendidikan ilmu dan agama untuk anak-anak tidak mampu, ia adalah Ibu Mus dan ketabahan sang kepala sekolah yang terkadang merangkap sebagai guru, Pak Harfan. Mereka telah berhasil mencetak manusia-manusia yang sukses dalam berperilaku social yang baik, berkeagamaan yang baik.
Persahabatan sepuluh orang anak miskin yang diberi nama oleh Ibu Mus sebagai Laskar Pelangi. Mereka adalah Ikal, Mahar, Lintang, Harun, Syahdan, A Kiong, Trapani, Borek, Kucai, dan Sahara. Mereka sudah bersama sejak mereka memulai bangku sekolah. Banyak hal yang mereka lalui bersama. Kemiskinan bukan hal yang bisa merusak masa anak-anak mereka.
Kisah percintaan anatara Ikal dengan seorang Tionghoa sepupu A Kiong bernama A Ling yang berawal dari pembelian kapur tulis. Kesabaran Ikal untuk bisa mendapatkan kekasih hatinya sampai ketegaran Ikal saat A Ling harus meninggalkannya.
Siapa yang menyangka bahwa sekolah terpencil Muhammadiyah bisa berbuah dua orang genius di bidang yang berbeda. Ia adalah Lintang, Sang ilmuwan cilik dan seorang kuli kopra cilik yang dengan senang hati bersepeda 80 km pulang pergi untuk memuaskan dahaganya akan ilmu walaupun harus melalui hambatan dan Mahar, Sang seniman sejati. Banyak yang mereka lakukan untuk mengubah citra sekolah Muhammadiyah di mata masyarakat elite.
Mahar, seniman dadakan yang imajinatif, tak logis, kreatif, dan sering diremehkan sahabat-sahabatnya berhasil mengangkat derajat sekolah kampong mereka dalam karnaval 17 Agustus. Tak ada yang menyangka pula bahwa Mahar, semakin hari semakin tertarik pada ilmu mistik alam gaib. Karena suatu hal, membawa ia pada pertemuan dengan seorang anak perempuan tomboy bernama Flo. Karena tertarik pada bidang mistik yang dimiliki oleh Mahar, Flo akhirnya meninggalkan segala kemewahan sekolah PN dan pindah ke sekolah Muhammadiyah. Begitu juga dengan Lintang bersama Ikal dan Mahar mengangkat derajat sekolahnya melalui lomba cerdas cermat. Mereka berhasil mengalahkan sekolah PN karena kegeniusan Lintang. Tapi, ternyata nasib selanjutnya berkehendak lain. Ayah Lintang meninggal dunia dan ia terpaksa harus menghentikan pendidikannya di sekolah Muhammadiyah atak ada biaya.
Makna yang dapat diambil dari novel ini adalah bahwa kemiskinan tidak menghalangi seseorang untuk menjadi pintar dan genius serta kemiskinan mampu membawa ketegaran dalam hidup.
Dilihat dari aspek pendidikan, tampak pada keadaan sekolah Muhammadiyah yang terpencil yang tak tersentuh tangan pemerintah, tetapi mampu melahirkan anak-anak yang genius seperti Lintang dan Mahar.
Dilihat dari aspek ekonomi, terlihat pada keadaan Lintang yang hanya kuli kopra cilik dan harus putus sekolah karena tidak ada biaya dan Mahar, seorang pesuruh tukang parut kelapa serta sahabat-sahabatnya, menandakan keadaan ekonomi yang kurang atau miskin. Tetapi kegigihan mereka, kemiskinan tak merusak masa anak-anak dan cita-cita mereka.
Dilihat dari aspek sosial, tampak pada persahabatan 10 anak yang luar biasa dan kebersamaan mereka dalam menimba ilmu. Sedangkan dilihat dari aspek religi, tampak pada tokoh-tokohnya yang jujur, sabar, takwa dan tawakal dalam menghadapi berbagai masalah dalam hidup.


Judul Buku : Para Priyayi
Penulis : Umar Kayam
Penerbit : Pustaka Utama Grafiti
Tahun terbit : 1992
Tebal buku : 308 halaman

Novel ini menceritakan tentang Wage anak desa yang berasal dari desa Wanawalas. Sejak dalam kandungan ia telah menjadi anak yatim. Kehidupan desa wanawalas yang diliputi kemiskinan membuat Wage menjadi anak yang memiliki kepribadian lugu dan penurut. Ia rajin membantu ibunya menjual tempe. Ketika Wage berusia 6 tahun, Ibunya menyerahkan Wage kepada langganannya yaitu kepada keluarga Sastradarsono yang tinggal di desa Wanagalih. Keluarga Sastradarsono adalah keluarga priyayi. Sastradarsono dulu berasal dari keluarga yang kurang mampu yang akhirnya Sastradarsono dipelihara dan dirawat oleh keluarga priyayi juga. Hingga akhirnya Sastradarsono bisa menjadi guru sekaligus seorang priyayi.
Sastradarsono pun mengubah nama Wage, namanya diganti menjadi Lantip, karena nama tersebut dipandang lebih bermakna dan lebih pantas untuk hidup di lingkungan priyayi. Walaupun Lantip hanyalah anak titipan namun Sastradarsono senantiasa memperlakukannya dengan baik. Selain itu, ia mendapat perhatian cukup. Lantip juga dididik dalam keluarga dan di sekolah hingga Lantip bisa menjadi seorang yang berhasil masa depannya.
Di dalam keluarga Sastradarsono banyak peristiwa suka maupun duka yang telah dirasakan oleh Lantip. Suasana duka dan kenyataan pahit yang ia juga mengetahui bahwa Bapaknya masih memiliki hubungan kekerabatan dengan keluarga Sastradarsono. Tetapi Bapaknya bukan seorang priyayi seperti yang ia kira. Justru Bapaknya meninggal dengan menyandang nama buruk karena ia merupakan salah satu anggota perampok. Tetapi suasana yang dirasakannya di keluarga besar Sastradarsono membuatnya dapat mengobati luka dan kekecewaan dihatinya.
Sastradarsono adalah pemimpin keluarga yang sangat beruntung karena memiliki anak dan istri yang patuh dan taat padanya. Kebahagiaan Sastradarsono dilengkapi dengan hadirnya tiga orang anak yang sangat berbakti dan membanggakannya. Nugroho, anak pertamanya menjadi tentara yang berpangkat kolonel karena masa remajanya menjadi anggota Tentara Pelajar. Keluarganya kaya, modern, dan metropolis. Hardojo, anak keduanya menjadi guru dan setelah gagal menikah dengan pacarnya yang beragama katholik akhirnya menyunting murid SD-nya sendiri bernama Sumarti dan dikaruniai seorang anak bernama Harimurti. Sementara, Sumini, anak ketiganya juga menjadi guru. Ia menikah dengan seorang priyayi sekaligus darah biru yang mapan.
Lantip kemudian diangkat menjadi anak Hardojo. Harimurti mula-mula tidak begitu menyukai Lantip tetapi lama-kelamaan dia sangat menyayangi Lantip. Begitu juga dengan keluarga Satradarsono yang memandang Lantip sebelah mata karena ia hanya anak angkat, tetapi pengabdiannya yang tulus mampu mematahkan pandangan itu. Lantip, sesuai namanya yang bermakna pintar atau cerdas menjadi karakter penolong tanpa pamrih. Ia tak pernah merasa lelah, supel dan berani berkata jujur. Lantip mampu membantu menyelesaikan persoalan dalam keluarga Sastradarsono. Lantip menjadi pahlawan meski hidupnya sendiri tak pernah menjadi sejahtera secara materi. Perkawinannya dengan Halimah menggambarkan sebuah kisah cinta yang indah, namun sampai akhir cerita mereka hidup sederhana berdua tanpa dikaruniai keturunan.
Makna yang dapat diambil dari novel ini adalah kehidupan para priyayi yang bergantung pada adat istiadat yang diyakini baik dalam norma kesopanan dan tata krama. Dilihat dari aspek sosial, novel ini mengisahkan kehidupan keluarga priyayi yang merupakan suatu tingkatan sosial dalam masyarakat Jawa yang dipandang terhormat dan agung. Ini tercermin dari tokoh Lantip yang mampu memerankan dirinya sebagai seorang priyayi. Hal itu terbukti saat keluarga Sastradarsono sedang mengalami banyak masalah Lantip mampu mengatasi serta membantu menyelesaikan permasalahan dalam keluarga Satradarsono dengan penuh pengabdian dan ketulusan.


Judul Buku : Canting
Penulis : Arswendo Atmowiloto
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : 1986
Tebal buku : 408 halaman

Novel ini menceritakan pengusaha batik merk canting di Solo yang bernama Raden Ngabehi Sastrokusumo. Dia adalah seorang keturunan priyayi, kaya, yang dihormati dan disegani oleh banyak orang. Ketika Raden Ngabehi ingin menikahi Tuginem, seorang buruh yang bekerja di pabrik tradisional batik miliknya, Keraton Surakarta geger. Tentu saja hal itu mendapat tantangan dari keluarga besar Raden Ngabehi karena Tuginem tidak berasal dari keluarga priyayi. Meskipun demikian, ia tetap menikah dengan Tuginem. Rumah tangga mereka pun bahagia dan harmonis.
Setelah menikah Tuginem dipanggil dengan sebutan Bu Bei yang secara diam-diam telah membantu usaha suaminya itu. Karena kerja kerasnya uasaha batik merk canting milik mereka berkembang pesat. Walaupun Bu Bei seorang wanita pekerja keras, ia tetap melayani suami dan semua anaknya dengan penuh kasih sayang. Oleh sebab itu, keenam anaknya tumbuh menjadi anak yang membanggakan. Wahyu Dewabrata menjadi seorang dokter, Lintang Dewanti menjadi istri kolonel, Bayu Dewasunu menjadi dokter gigi, Ismaya Dewikusuma menjadi Insinyur, Wening Dewamurti menjadi dokter yang kemudian menjadi kontraktor yang sukses, serta Subandini Dewaputri menjadi seorang Sarjana Farmasi.
Ketika usia Bu Bei yang ssemakin tua, tidak mampu lagi mengurus usaha batik dan menangani pedagang di pasar Klewer Solo dan menjajakan batik cantingnya mulai menurun. Padahal pada saat itu batik canting mereka mulai mendapat saingan dari produk batik pabrik besar dan modern. Kemudian Subandini Dewaputri mempunyai ide untuk mengambil alih dan membangkitkan kembali usaha keluarganya. Namun, niatnya itu ditentang oleh semua kakaknya. Tetapi perselisihan itu dapat diselesaikan oleh Raden Ngabehi dengan bijaksana. Tidak lama kemudian Bu Bei meninggal dunia. Kemudian usaha batik itu diambil alih oleh Subandini. Dengan semangat ia melakukan persaingan dengan batik keluaran pabrik besar dan modern, tetapi ia kalah bersaing. Penjualan batik mereka merosot. Akhirnya ia jatuh sakit dan hamper meninggal. Akhirnya ia memahami mengapa usaha batiknya tidak dapat bersaing dengan batik keluaran pabrik yang modern. Dengan keteguhan hatinya ia memutuskan untuk mengganti nama batik canting menjadi batik canting daryono. Dengan nama baru ia meneruskan usaha batik tradisional milik keluarganya.
Tidak lama kemudian usahanya maju pesat dan dapat bersaing dengan batik pabrik besar dan modern. Dengan bantuan semua kakaknya, batik mereka mulai dikenal tidak hanya dalam negeri tetapi juga mulai dilirik oleh turis asing. Akhirnya Subandini menikah dengan Hermawan, pria pilihan hatinya. Kemudian pests pernikahan mereka diadakan tepat setahun meninggalnya Bu Bei, pengelola batik canting yang melengendaris dalam keluarga besar Sastrokusumo.
Makna yang dapat diambil adalah kehidupan sebuah keluarga yang hidup mempertahankan kebudayaan Jawa dan mempertahankan pabrik batik canting.
Dilihat dari aspek budaya, adanya kebudayaan yang berada di daerah Jawa tepatnya di kota Solo yaitu batik. Terdapat makna feminisme yang tampak dalam tokoh Bu Bei yang mampu melaksanakan tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga yang pekerja keras, menyayangi suaminya dan semua anaknya. Selain itu, juga tampak pada tokoh Subandini yang tegar, mampu menyelesaikan setiap masalah yang sedang menghadangnya, berusaha dan berkorban sekuat tenaga untuk mempertahankan usaha batik canting dengan mengganti nama merk batiknya. Pada akhirnya membuahkan hasil, usahanya tidak saja dikenal di dalam negeri tetapi juga di luar negeri.


Judul Buku : Telegram
Penulis : Putu Wijaya
Penerbit : Pustaka Jaya
Tahun terbit : 1973
Tebal buku : -

Telegram adalah novel yang dianggap oleh beberapa pengarang sebagai sebuah novel yang sangat menarik karena membawa corak baru dalam cara penulisan novel di Indonesia. Novel ini mendapat hadiah pertama dalam sayembara menulis roman yang diselenggarakan oleh Panitia Tahun Buku 1972.
Novel ini menceritakan seorang Lelaki Bali yang mempunyai ketakutan tentang telegram. Ia mempunyai firasat akan menerima telegram dari kampungnya di Bali. Karena sudah kebiasaan umum sepengetahuannya, bahwa semua telegram pasti isinya menggambarkan hal-hal yang istimewa, luar biasa, bersifat malapetaka. Akibat ketakutannya tentang telegram, tiba-tiba angan-angannya melayang kemana-mana. Ia merasa bahwa surat telegram itu sudah ada ditangannya, walaupun sebenarnya belum ada.
Pikirannya terus berkhayal. Dalam khayalannya itu di betul-betul menerima telegram dari kampung yang isinya bahwa ibunya meninggal dunia. Jelas dia wajib pulang. Masalahnya dia pasti wajib mengurus pengabenan ibunya, mengurus beberapa hektar tanah, tiga buah rumah dengan semua penghuninya dan tugas lainnya. Itu berarti malapetaka baginya. Semuanya wajib dilakukannya, sebab kalau tidak itu berarti dia putus hubungannya dengan keluarga. Si Lelaki bagaikan masuk dalam lingkaran setan.
Sewaktu Sinta, anak pungutnya itu menanyakan isi telegram, ia terpaksa berbohong kepada Sinta bahwa isi telegram itu adalah kabar dari Pamannya di Surabaya yang hendak dating ke Jakarta dan minta dijemput di Stasiun Gambir. Dia tidak tahu bahwa sebenarnya Sinta sudah tahu isi telegram itu. Sehingga ketika Sinta mendesak, terpaksa ia mengaku apa isi telegram itu dan akhirnya keduanya sepakat untuk segera bersiap-siap pergi ke Bali.
Sebelum berangkat, tiba-tiba muncul masalah baru yaitu ibu Sinta kembali. Awalnya ia menolak permintaan ibu kandung Sinta, tetapi akhirnya pilihan diserahkan pada Sinta. Masalahnya dengan ibu kandung Sinta belum selesai, Si Lelaki mendapat masalah baru. Tiba-tiba ia merasa takut akan penyebab kesehatannya menurun, ia berpikir pasti penyakit kelamin itu datangnya dari Nurma, pelacur yang sering digaulinya itu. Ketakutannya memuncak karena ia menyaksikan sendiri seorang temannya melahirkan anak cacat karena mengidap penyakit kelamin.
Si Lelaki mengalami krisis kejiwaan. Anatara kenyataan dan khayalannya telah menyatu dalam dirinya. Tiba-tiba terngiang akan kekasihnya, Rosa, yang tiba-tiba memutuskan hubungan dengannya. Padahal Rosa sebenarnya hanyalah kekasih khayalannya. Si Lelaki itu sampai bingung membedakan mana yang riil dan irasional. Ia sendiri merasa bahwa dirinya sudah gila. Usahanya untuk mengembalikan kesadarannya pada bentuk yang semula tidak berhasil, khayalannya tetap saja muncul. Dia masih masuk dunia khayalannya. Di tengah-tengah khayalannya itu, tiba-tiba pintu diketok dan dia membukakan pintu, ternyata Bibinya yang datang dan kenyataan sesungguhnya bahwa Bibinya membawa sepucuk telegram yang isinya bahwa Ibunya telah meninggal dunia.
Dilihat dari aspek psikologis, tampak pada tokoh yang diperankan Lelaki yang merasa sangat ketakutan tentang telegram hingga ia menciptakan khayalan-khayalan dalam pikirannya. Ia menganggap bahwa isi telegram biasanya hal-hal luar biasa, bersifat malapetaka. Akibatnya, ia mengalami krisis kejiwaan dan ia sendiri merasa bahwa dirinya sudah gila.


Judul Buku : Saman
Penulis : Ayu Utami
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun terbit : 1998
Tebal buku : 208 halaman

Saman adalah novel pemenang sayembara Roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Novel ini tak jatuh pada sebuah karya yang sekedar cerebral dan intelektual belaka, tetapi ia berhasil menyentuh emosi.
Novel ini mengisahkan Laila seorang gadis muda yang bekerja di pembuatan profil perusahaan tekstil Indonesia dan fotografer yang akan menulis buku tentang penyebaran minyak di Asia Pasifik atas nama petroleum Extension Servis. Hingga akhirnya Laila bertemu dengan Sihar dan ia pun jatuh hati pada Sihar. Akan tetapi, cinta itu terhalang oleh sesuatu yaitu istri Sihar. Walaupun Sihar sudah mempunyai istri Laila tetap mencintainya.
Beberapa saat kemudian di tambang itu ada sebuah kejadian yang merenggut nyawa para pekerja. Akhirnya Sihar minta diberhentikan dari pekerjaan itu. Kemudian Sihar pun memutuskan untuk pergi ke New York, sedangkan Laila pergi ke Amerika. Laila menunggu kabar dari Sihar tapi ia tidak pernah mendengar kabar dari Sihar. Penantiannya sia-sia, karena Sihar lebih memilih anak dan istrinya. Setelah itu mereka tidak lagi bertemu. Sedangkan Saman, orang yang dulu pernah menjadi kekasih Laila menjadi seorang pastor.
Dulu Saman nama aslinya adalah Wisanggeni. Dia pastor di Lubuk Rantau. Dia seorang yang sangat rajin dalam beribadah dan sangat menaati peraturan menjadi seorang pastor. Ia mengganti namanya karena dulunya ia menjadi buronan pemerintah Lubuk Rantau dan polisi. Ia dianggap sebagai seorang provokator yang mengkristenisasi penduduk Lubuk Rantau sehingga ia diculik oleh pemerintah Lubuk Rantau. Ia disiksa dan dianiaya sampai 15 hari. Ia disekap dan dikurung di pabrik kelapa sawit, diestrum dan dianiaya oleh para algojo. Para penduduk yang mengetahui kalau ia disekap kemudian mereka membakar pabrik itu dan Wisanggeni dilarikan ke rumah sakit. Wisanggeni dinyatakan sebagai seorang buronan. Akhirnya Wisanggeni melarikan diri dan mengganti namanya menjadi Saman. Di akhir hidupnya ia tidak percaya lagi dengan adanya Tuhan dan kepastoran.
Makna dari novel ini adalah kehidupan Wisanggeni yang selalu ditimpa masalah dalam kehidupannya. Dilihat dari aspek religi, tampak pada tokoh yang diperankan Wisanggeni atau Saman yang dulunya seorang pastor yang sangat percaya kepada Tuhan tetapi di akhir hidupnya ia sangat ingkar dan ragu kepada Tuhan. Sedangkan dilihat dari aspek gender, adanya persamaan gender anatara wanita dan pria. Hal itu tampak pada tokoh Laila yang mempunyai dua pekerjaan yaitu sebagai pembuat profil dalam perusahaan tekstil dan sebagai satu-satunya pekerja wanita dalam proyek pengeboran minyak di Asia Pasifik yang bernama Petrolium Extension Servis. Laila mampu bekerja seperti layaknya para pekerja lainnya yang semuanya adalah laki-laki.


Judul Buku : Jangan Main-main dengan Kelaminmu
Penulis : Djenar Mahesa Ayu
Penerbit : Gramedia
Tahun terbit : 2004
Tebal buku : 200 halaman

Novel ini menceritakan seorang laki-laki mapan yang berselingkuh dengan wanita lain yang lebih muda dan cantik karena ia merasa bosan dengan istrinya. Laki-laki itu melakukan pengakuan bahwa selama 5 tahun ia menjalin cinta dengan wanita lain. Bagi pria mapan dan pacarnya itu hubungan mereka tidak hanya sekedar main-main apalagi sebatas hasrat seksual. Hanya membutuhkan beberapa waktu saja pria mapan itu sebenarnya mampu melakukan perselingkuhan tetapi ia justru telah melakukannya selama 5 tahun. Sahabat pria mapan itu, pacar pria mapan serta istri pria mapan itu mampu mengungkapkan hal yang sama, mungkin ia juga merasakan hal yang sama bahwa ada pengkhianatan dibalik semua peristiwa itu.
Pria mapan itu berselingkuh karena merasa bosan dengan istrinya yang sudah semakin tua sehingga tubuhnya sudah tidak begitu menarik perhatiannya. Meskipun istrinya ingin berusaha mengubah penampilannya tetapi semua itu hanya sia-sia. Pria mapan itu menjadi tidak betah tinggal di rumah. Ia lebih suka pergi bekerja, berlama-lama di jalan dan terjebak kemacetan untuk menghilangkan rasa bosan itu.
Akhirnya istri pria mapan itu sadar bahwa perubahan buruk yang terjadi pada dirinya itu yang membuat bosan suaminya. Hal itu disebabkan oleh keadaan dirinya yang terlalu lelah menjadi ibu rumah tangga, sehingga membuat hubungan dirinya dengan suami justru menjauh.
Hal yang membuat pria mapan itu heran adalah ketika istrinya hamil. Padahal ia hanya menyentuhnya sekali dalam tiga samapai lima bulan karena ia kasihan. Mungkin hubungan mereka akan baik-baik saja setelah punya anak dan perkawinan mereka bisa terselamatkan. Sehingga mereka bersyukur atas karunia itu karena jalan untuk menata dan memiliki kembali rumah tangganya telah terbuka lebar. Akhirnya pria mapan itu meminta kesempatan lagi untuk memperbaiki kesalahannya karena ia telah lama bermain-main.
Dilihat dari aspek psikologis dalam novel ini tampak adanya manusia yang terluka, terkhianati karena tidak memiliki pijakan yang kokoh sehingga komitmen dapat berubah setiap saat, adanya ikatan yang tidak mengikat.
Makna dari novel ini adalah pria mapan yang akhirnya sadar ketika mengetahui bahwa istrinya hamil dan mampu menentukan pilihannya untuk meminta kesempatan lagi pada istrinya untuk memperbaiki kesalahannya karena ia merasa menyesal telah melakukan hal yang sia-sia selama bertahun-tahun.
Judul Buku : Khotbah di atas Bukit
Penulis : Kuntowijoyo
Penerbit : Bentang Pustaka
Tahun terbit : 1976
Tebal buku : -

Novel Khotbah di Atas Bukit dalam kacamata semiotik mempunyai tanggapan yang positif. Novel ini menjadi novel yang enak dibaca karena dalam setiap perilaku tokoh-tokohnya dan kejadian-kejadian yang ada dalam setiap peristiwa yang dirangkai syarat dengan aksi dan peristiwa, penuh dengan ketegangan dan kejutan.
Novel ini menceritakan Barman seorang laki-laki tua pensiunan pegawai negeri yang hidup bersama anaknya yang bernama Bobi. Anaknya menyuruh Barman untuk mengisi harinya di sebuah villa di daerah perbukitan karena Barman ingin mencari ketenangan hidup dalam menghabiskan masa-masa tuanya. Di sana ia menemukan jodoh lagi. Seorang wanita bernama Popi yang dipilihkan anaknya. Popi dulunya adalah seorang kupu-kupu malam. Mereka pun akhirnya menikah. Mereka sangat bahagia walaupun Barman tidak bisa mencukupi kebahagiaan dalam hubungan yang lebih khusus. Akan tetapi, Popi tidak mempermasalahkan hal itu.
Suatu hari Barman bertemu dengan Humam seorang laki-laki yang mirip dengannya. Dia hidup dalam kesepian dan meninggalkan keramaian. Barman dan Humam sangat akrab hingga mereka menjalin persahabatan. Tetapi Barman merasa bingung setelah mendapatkan pelajaran dari Humam yang mengatakan bahwa milikmu adalah belenggumu. Setelah lama berpikir, Barman pun merasa bersalah karena meninggalkan Popi. Tak lama kemudian Humam meninggal. Setelah kematian Humam, Barman menjalankan ajaran Humam secra misterius. Barman pun menyebarkan ajaran dari Humam itu kepada penduduk sekitarnya. Penduduk pun datang dan bertambah pula kedatangannya untuk meminta petunjuk kepadanya. Tetapi orang-orang sampai di bukit, Barman justru merasa bingung harus berbicara apa dengan orang-orang itu.
Akhirnya ia mampu mengucapkan khotbahnya dengan mengatakan bahwa “Hidup ini tidak berharga untuk dilanjutkan, maka bunuhlah dirimu”. Mendengar pernyataan dari Barman tersebut membuat semua orang ricuh. Sebagai konsekuensi dari khotbahnya, Barman pun bunuh diri tanpa sepengetahuan orang-orang disekitarnya dengan cara terjun ke jurang. Setelah Barman meninggal Popi pun meninggalkan rumah itu. Ia menemui seorang laki-laki dan melepaskan hasratnya yang selama ini ia pendam pada orang yang disayanginya.
Dalam novel ini ada aspek psikologis yang tampak dalam perilaku tokoh-tokohnya. Barman bahagia hidup bersama Popi tetapi ia juga merasa gelisah karena ia selalu gagal dalam menikmati malam bersama Popi. Setelah Barman bertemu Humam, ia merasa bingung setelah mendapatkan pelajaran dari Humam dan merasa bersalah karena meninggalkan Popi. Selain itu, Barman merasa bingung harus berbicara apa ketika penduduk sekitar berbondong-bondong mengunjungi rumahnya untuk meminta petunjuk. Akhirnya Barman mengucapkan khotbah bahwa “Hidup ini tidak berharga untuk dilanjutkan, maka bunuhlah dirimu”. Setelah itu Barman pun bunuh diri tanpa sepengetahuan orang-orang. Makna yang dapat diambil adalah bahwa orang menjalani hidup itu tergantung pada diri masing-masing. Jalan untuk menuju kepada-Nya juga masing-masing. Maka, jadilah diri sendiri yang mengerti tentang segala perintah dan larangan agama.

ANALISIS WACANA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL

ANALISIS WACANA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL
ARTIKEL “MENGURAI KRISIS AIR BERSIH” KARYA HM TAMZIL
DI SUARA MERDEKA TANGGAL 23 DESEMBER 2009


A. Sekilas Tentang Wacana Artikel “Mengurai Krisis Air Bersih” di Harian Suara Merdeka
Kolom artikel merupakan salah satu kolom yang terdapat di harian suara merdeka. Kolom artikel terdapat dibagian “wacana” maupun “wacana lokal”. Letak kolom artikel senantiasa menempati halaman 6 dan 7, kolom artikel senantiasa terletak disamping kanan tajuk rencana, dihalaman 6, sedangkan artikel wacana lokal terdapat pada halamannya. Artikel “Mengurai Krisis Air Bersih” terdapat dalam wacana lokal yang terletak dipojok kiri atas.
Artikel tersebut dipilih karena tema yang diangkat sesuai dengan kondisi saat ini. Di mana beberapa kota di Jawa Tengah berada dipenghujung musim kemarau. Meski telah memasuki musim penghujan, namun dampak dari musim kemarau masih tetap terasa.
Dalam artikel mengurai krisis air bersih mengambil tema tentang krisis air bersih. Artikel tersebut menjelaskan permasalahan krisis air bersih/kekeringan diberbagai kota/kabupaten di Jawa Tengah. Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut diadakan Program Pengembangan Sarana Penyediaan Air Minum (SPAM). Ini dimaksudkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di perkotaan dan pedesaan, melalui peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan air minum.

B. Analisis Wacana Artikel “Mengurai Krisis Air Bersih” di Harian Suara Merdeka dari Aspek Gramatikal
1. Referensi (Pengacuan)
Referensi atau pengacuan adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya.
Referensi (pengacuan) ada tiga macam, yaitu pronomina persona, pronomina demonstratif, dan pengacuan komparatif.



a. Pronomina persona
Referensi (pengacuan) yang berupa pronomina persona dalam wacana artikel “Mengurai Krisis Air Bersih” di harian Suara Medeka dapat dilihat pada data-data dibawah ini:
1). Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah pusat, provinsi, ataupun kabupaten/kota untuk menanggulangi daerah rawan air, di antaranya lewat penanggulangan secara darurat dan permanen (E.1)
Pada data (E.1) terdapat pengacuan pronomina persona III bentuk tunggal terikat yaitu -nya pada diantaranya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam teks di sebelah kiri yaitu berbagai upaya sehingga disebut pengacuan endofora yang anaforis.
2). Pasalnya mereka banyak kehilangan waktu dan tenaga, hanya untuk mengambil air dari tempat yang jauh atau harus mengeluarkan uang lebih banyak guna membeli air dari pedagang keliling atau mobil tangki (I.2). Sementara itu, -nya pada pasalnya merupakan pengacuan pronomina persona II bentuk tunggal terikat mengacu pada unsur lain yang berada di dalam teks di sebelah kanan yaitu mereka sehingga disebut pengacuan endofora yang disebut pengacuan endeofora yang kataforis.
Pada data (I.2) terdapat pengacuan pronomina persona III bentuk jamak yaitu mereka mengacu pada unsur lain yang berada di luar teks yaitu masyarakat sehingga disebut pengacuan eksofora.
3). Kota Magelang menjadi satu-satunya daerah di Jateng yang memiliki cukup air minum (L.2)
Pada data (L.2) terdapat pengacuan pronomina persona II bentuk tunggal terikat yaitu -nya pada satu-satunya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam teks di sebelah kanan yaitu daerah sehingga disebelah pengauan endofora yang kataforis.
4). Beberapa program yang telah dilakukan pemerintah diantaranya menjalankan program penyediaan air bersih berbasis masyarakat (pamsimas) dan pengambunan air minum dengan DAK (N.1)
Pada data (N.1) terdapat pengacuan pronomina persona III bentuk tunggal terikat yaitu -nya pada diantaranya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam teks di sebelah kiri yaitu beberapa program, sehingga disebut pengacuan endofora yang anaforis.
5). Kalau pun terdapat air baku, biasanya berada pada jarak yang cukup jauh dan sering berbenturan dengan peruntukan lain (O.2)
Pada data (O.2) terdapat pengacuan peronomia persona III bentuk tunggal terikat yaitu -nya pada biasanya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam teks di sebelah kiri yaitu air baku sehingga disebut pengacuan endofora yang anaforis.
6). Kedua, masyuarakat rawan air biasanya berada pada pemukiman terpencil dan sulit dijangkau dengan jarak antara lain yang relatif jauh (P.1)
Pada data (P.1) terdapat pengacuan pronomina persona II bentuk tunggal terikat yaitu -nya pada biasanya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam teks di sebelah kiri yaitu masyarakat rawan air sehingga disebut pengacuan endofora yang anaforis.
7). Ketiga, daerah rawan air biasanya berada pada kondisi geohidrologi yang miskin air tanah, serta topografinya berbukit (Q.1)
Pada data (Q.1) terdapat pengacuan pronomina persona III bentuk tunggal terikat yaitu -nya pada biasanya mengacu pada unsur lain yang berbeda di dalam teks di sebelah kiri yaitu daerah rawan air sehingga disebut pengacuan endofora yang anaforis.
8). Mereka berdiam di 1.109 desa di 217 kecamatan dan 27 kabupaten/kota (G.3)
Pada data (G.3) terdapat pengacuan pronomina persona II bentuk jamak yaitu mereka mangacu pada unsur lain yang berada di luar teks yaitu 1.445.490 jiwa sehingga disebut pengacuan eksfora.
b. Pronomina Demonstratif
Referensi (pengacuan) yang berupa pronomina demonstrative dalam wacana artikel “Mengurai Krisis Air Bersih” di harian Suara Merdeka dapat dilihat pada data-data di bawah ini:
1). Permasalahan krisis air bersih/kekeringan diberbagai kota/kabupaten merupakan siklus yang terjadi setiap tahun (C.1)
Pada data (C.1) terdapat pronomina demonstratif waktu netral yaitu setiap tahun, karena pengacuan ini tidak menunjuk pada waktu lampau saja, waktu kini saja, atau waktu yang akan datang saja, melainkan menunjuk waktu setiap malam.
2). Berdasarkan studi identifikasi kawasan rawan air bersih/kekeringan pada 2003 terdapat 3.104.574 jiwa penduduk yang termasuk kategori rawan air bersih dan itu tersebar di 1.401 desa di 271 kecamatan di 29 kabupaten (D.10)
Pada data (D.1) terdapat pronomina demonstratif itu yang mengacu pada tempat agak dekat dengan penutur, yaitu kawasan rawan air bersih. Kekeringan yang berada di dalam teks di sebelah kiri sehingga disebut pengacuan endofora yang anaforis.
3). Saat ini sedang dilakukan inventarisasi daerah kekeringan dan rawan air di Jateng oleh satuan kerja pengembangan kinerja dan pengelolaan air minum (satker PKP) (G.1)
Pada data (G.1) terdapat pronomina demonstratif waktu kini yaitu saat ini.
4). Kota yang masih cukup memiliki cadangan air minum adalah kata Magelang (H.1)
Pada data (H.1) terdapat pronomina demonstratif tempat menunjuk secara eksplisit yaitu Magelang.
5). Solo mempunyai cadangan air baku tetapi perlu segera dibangun unit produksi (H.2)
Pada data (H.2) terdapat pronomina demonstratif tempat menunjuk secara eksplisit yaitu Solo.
6). Pelayanan PDAM di kota-kota itu sudah mulai terganggu pada musim kemarau karena kesiltan pasokan air baku (H.4)
Pada data (H.4) terdapat pronomina demonstratif itu yang mengacu pada tempat agak dekat dengan penutur, yaitu kota Semarang, Salatiga, Tegal, dan Pekalongan yang berada di luar teks sehingga pengacuan eksofora.
7). Kabupaten yang setiap musim kemarau selalu mengalami kekeringan atua rawan air minunmm adalah Blora, Rembang, Pati, Sragen, Grobogan, Demak, Boyolali, Wonogiri, dan Cilacap (J.1)
Pada data (J.1) terdapat pronomina demonstratif waktu netral yaitu setiap musim kemarau, karena pengacuan ini tidak menunjuk pada waktu lampau saja, waktu kini saja, atau waktu yang akan datang saja, melainkan menunjuk waktu setiap musim kemarau. Selain itu, terdapat pula pronomina demonstratif tempat menunjuk secara eksplisit yaiitu Blora, Rembang, Pati, Sragen, Grobogan, Demak, Boyolali, Wonogiri dan Cilacap.
8). Kota Magelang menjadi satu-satunya daerah di Jateng yang memiliki cukup air minum (L.2)
Pada data (L.2) terdapat pronomina demonstratif tempat menunjuk secara eksplisit yaitu Magelang.
9). Adapun deaerah yang mulai mengalami kekeringan adalah kota Semarang, Salatiga, Tegal, dan Pekalongan (H3)
Pada data (H.3) terfdapat pronomina demonstratif tempat menunjuk secara eksplisit yaitu kota Semarang, Salatiga, Tegal, dan Pekalogan.
10). Adapun daerah yang mengalami permasalahan kekeringan, dalam waktu lebih pendek tapi potensial parah jika terjadi kemarau berkepanjangan adalah kabupaten Kebumen, Purworejo, Banjarnegara, Wonosobo, Banyumas, Purbalingga, Magelang, Klaten, Sukoharjo, Karanganyar, Temanggung, Semarang, Kendal, Batang, Pemalang, Pekalongan, Tegal, Brebes, Jepara, dan Kudus (K.1)
Pada data (K.1) terdapat pronomina demonstratif tempat menunjuk secara eksplisit yaitu kabupaten Kebumen, Purworejo, Banjarnegara, Wonosobo, Banyumas, Purbalingga, Magelang, Klaten, Sukoharjo, Karanganyar, Temanggung, Semarang, Kendal, Batang, Pemalang, Pekalongan, Tegal, Brebes, Jepara dan Kudus.
11). Kota yang mengalami kekeringan air minum pada musim kemarau adalah Tegal, Pekalogan, Semarang, Salatiga dan Solo (l.1)
Pada data (L.1) terdapat pronomina demonstratif tempat menunjuk secara eksplisit yaitu Tegal, Pekalongan, Semarang Salatiga, dan Solo.
c. Pengacuan Komparatif
Dalam wacana artikel “Mengurai Krisis Air Bersih” di harian Suara Merdeka tidak ditemukan adanya pengucapan komparatif.
2. Penyulihan (Subistitusi)
Penyulihan atau substitusi ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda.
Pada wacana Suara Merdeka Rabu 23 Desember 2009 yang berjudul “Mengurangi Krisis Air Bersih”.
a. Substitusi nominal
Substitusi nominal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori nomina, substitusi nominal pada wacana “Mengurangi Krisis Air Bersih” tidak ada.
b. Substitusi verbal
Substitusi verbal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori verba (kata kerja) dengan satuan lingual lainnya yang juga berkategori verba substitusi verbal pada wacana “Mengurangi Krisis Air Bersih” tidak ada.
c. Substitusi frasa1 adalah penggantian satuan lingual tertentu berupa kata atau frasa dengan satuan lingual lainnya yang berupa frasa pada wacana “Mengurangi Krisis Air Bersih”.
Pada data (I.1, dan 2)
Dampak kekeringan pada musim kemarau bisa memperparah kondisi sosial, ekonomi dan kesehatan, terutama bagi yang berpenghasilan rendah. Pasalnya mereka banyak kehilangan waktu dan tenaga hanya untuk mengambil air dari tempat yang jauh, atau harus mengeluarkan uang lebih banyak guna membeli air dari pedagang keliling atau mobil tangki.
Pada frasa bagi yang berpenghasilan rendah pada frasa pertama disubstitusi menjadi mereka pada kalimat ke dua.
d. Substitusi klausa1/kalimat
Substitusi klausa1 adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa klausa atau kalimat dengan satuan lingual lainnya yang berupa kata atau frase pada wacsna “Mengurangi Krisis Air Bersih” tidak terdapat substitusi klausal.
3. Ellipsis (Pelesapan)
Pelesapan adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu. Dalam artikel “Mengurai Krisis Air Bersih” terdapat pelesapan (ellipsis), sebagai berikut:
a. Pelesapan kata
1) a. Pasalnya, mereka banyak kehilangan waktu dan tenaga hanya untuk mengambil air dari tempat yang jauh, atau harus mengeluarkan uang lebih banyak guna membeli air dari pedagang keliling atau mobil tangki (I.2)
b. Pasalnya, Mereka banyak kehilangan waktu dan tenaga hanya untuk mengambil air dari tempat yang jauh, atau Mereka harus mengeluarkan uang lebih banyak guna membeli air dari pedagang keliling atau mobil tangki (I.2)
Tampak pada analisis tersebut bahwa dengan terjadinya persitiwa pelesapan, seperti pada (I.a), maka tuturan itu menjadi lebih efektif, efisien, wacananya menjadi padu (kohesif), dan memotivasi pembaca untuk lebih kreatif menemukan unsur-unsur yang dilesapkan, serta praktis dalam berkomunikasi.
b. Pelesapan frasa
1) a. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah pusat, provinsi, ataupun kabupaten/kota untuk menanggulangi daerah rawan air, diantaranya lewat penanggulangan secara darurat dan permanen (E.1)
Namun masih perlu didukung oleh upaya konservasi daerah tangkapan air mengingat luas daerah rawan air, di antaranya lewat penanggulangan secara darurat dan permanen.
b. Berbagai upaya masih perlu didukung oleh upaya konservasi daerah tangkapan air mengingat luas daerah rawan air bersih cenderung bertambah.
1) a. Kelima, pemerintah pusat atau daerah tidak mempunyai dana yang cukup, atau belum menempatkan penanganan daerah rawan air sebagai prioritas program pembangunan sehingga belum semua kabupaten/kota mengalokasikan dana APBD II untuk penanganan daerah rawan air (S.1)
b. Kelima, pemerintah pusat atau daerah tidak mempunyai dana yang cukup, atau pemerintah pusat atau daerah belum menempatkan penanganan daerah rawan air sebagai prioritas program pembangunan sehingga belum semua kabupaten/kota mengalokasikan dana APBD II untuk penanganan daerah rawan air (S.1)
Tampak pada analisis tersebut bahwa dengan terjadinya peristiwa pelesapan, seperti pada (1.a), maka tuturan itu menjadi lebih efektif, efisien, wacananya menjadi padu (kohesif), dan memotivasi pembaca untuk lebih kreatif menemukan unsur-unsur yang dilesapkan, serta praktis dalam berkomunikasi.
c. Pelesapan klausa
Dalam artikel “Mengurai Krisis Air Bersih” di Suara Merdeka Rabu, 23 Desember 2009 tidak ditemukan adanya pelesapan klausa.
d. Pelesapan kalimat
Dalam artikel “Mengurai Krisis Air Bersih” di Suara Merdeka Rabu, 23 Desember 2009 tidak ditemukan adanya pelesapan klausa.
4. Perangkaian / Konjungsi
Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana.
a. Sebab-akibat (kausalitas)
1). Pada teks (c.2) terdapat kata disebabkan yang merupakan konjungsi klausa yang mempunyai hubungan sebab-akibat yaitu hubungan klausa antara klausa kondisi alam dan dipicu oleh lingkungan yang makin rusak, dengan kausal sebelumnya yaitu dibeberapa wilayah, siklus itu menjadi bencana.
2). Pada teks (I.4) terdapat kata karena yang merupakan konjungsi kasualitas yang mempunyai hubungan sebab-akibat yaitu kesulitan pasokan air baku, sebagai sebab dan pelayanan PDAM di kota itu sudah mulai terganggu pada musim kemarau menjadi akibat.
b. Pertentangan
1). Pada teks (F.1) terdapat kata namun yang mempunyai hubungan pertentangan yang merupakan konjungsi antar paragraf yaitu antara paragraf E dengan paragraf F.
2). Pada teks (H.2) terdapat kata tetapi yang mempunyai hubungan antara klausa perlu segera dibangun unit produksi dengan klausa Solo mempunyai cadangan air baku.
3). Pada teks (K.1) terdapat kata tapi yang merupakan konjungsi subordinat bersyarat yang mempunyai hubungan pertentangan.
c. Kelebihan (eksesif)
Dalam artikel “Mengurai Krisis Air Bersih” di Suara Merdeka, Rabu, 23 Desember 2009 tidak ditemukan adanya konjungsi kelebihan (eksesif).
d. Pengecualian (ekseptif)
Dalam artikel “Mengurai Krisis Air Bersih” di Suara Merdeka, Rabu, 23 Desember 2009 tidak ditemukan adanya konjungsi pengecualian (ekseptif).
e. Konsesif
Dalam artikel “Mengurai Krisis Air Bersih” di Suara Merdeka, Rabu, 23 Desember 2009 tidak ditemukan adanya konjungsi konsesif.
f. Tujuan
1). Konjungsi yang menyatakan tujuan pada wacana artikel “Mengurai Krisis Air Bersih” dapat ditemukan pada teks no A 1 dengan ditandai kata untuk.
2). Pada teks (I.2) terdapat kata untuk yang mempunyai hubungan tujuan.
3). Pada teks (L.2) terdapat kata bagi yang mempunyai hubungan tujuan.
4). Pada teks (M.1) terdapat kata untuk yang mempunyai hubungan tujuan.
5). Pada teks R.1) terdapat kata untuk yang mempunyai hubungan tujuan.
6). Pada teks (S.1) terdapat kata untuk yang mempunyai hubungan tujuan.
g. Penambahan (aditif)
1). Pada teks (A.1) terdapat dua kata dan yang merupakan konjungsi aditif yang mempunyai hubungan penambahan.
2). Pada teks (B.1) terdapat dua kata dan yang merupakan konjungsi aditif yang mempunyai hubungan penambahan.
3). Pada teks (C.2) terdapat dua kata dan yang merupakan konjungsi aditif yang mempunyai hubungan penambahan.
4). Pada teks (D.1) terdapat dua kata dan yang merupakan konjungsi aditif yang mempunyai hubungan penambahan.
5). Pada teks (E.1) terdapat dua kata dan yang merupakan konjungsi aditif yang mempunyai hubungan penambahan.
6). Pada teks (F.1) terdapat dua kata dan yang merupakan konjungsi aditif yang mempunyai hubungan penambahan.
7). Pada teks (G.3) terdapat dua kata dan yang merupakan konjungsi aditif yang mempunyai hubungan penambahan.
8). Pada teks (H.3) terdapat dua kata dan yang merupakan konjungsi aditif yang mempunyai hubungan penambahan.
9). Pada teks (I.1) terdapat dua kata dan yang merupakan konjungsi aditif yang mempunyai hubungan penambahan.
10). Pada teks (I.1) terdapat dua kata dan yang merupakan konjungsi aditif yang mempunyai hubungan penambahan.
11). Pada teks (J.2) terdapat dua kata dan yang merupakan konjungsi aditif yang mempunyai hubungan penambahan.
12). Pada teks (K.1) terdapat dua kata dan yang merupakan konjungsi aditif yang mempunyai hubungan penambahan.
13). Pada teks (L.1) terdapat dua kata dan yang merupakan konjungsi aditif yang mempunyai hubungan penambahan.
14). Pada teks (M.2) terdapat dua kata dan yang merupakan konjungsi aditif yang mempunyai hubungan penambahan
15). Pada teks (N.1) terdapat dua kata dan yang merupakan konjungsi aditif yang mempunyai hubungan penambahan.
16). Pada teks (O.2) terdapat dua kata dan yang merupakan konjungsi aditif yang mempunyai hubungan penambahan.
17). Pada teks (P.1) terdapat dua kata dan yang merupakan konjungsi aditif yang mempunyai hubungan penambahan.
18). Pada teks (Q.1) terdapat dua kata serta yang merupakan konjungsi aditif yang mempunyai hubungan penambahan.
h. Pilihan (alternative)
1). Pada teks (E.1) terdapat kata ataupun yang merupakan konjungsi alternatif yang mempunyai hubungan pilihan.
2). Pada teks (I.2) terdapat kata atau yang merupakan konjungsi alternatif yang mempunyai hubungan pilihan.
3). Pada teks (J.1) terdapat kata atau yang merupakan konjungsi alternatif yang mempunyai hubungan pilihan.
4). Pada teks (S.1) terdapat kata atau yang merupakan konjungsi alternatif yang mempunyai hubungan pilihan
i. Harapan (optatif)
Dalam artikel “Mengurai Krisis Air Bersih” di Suara Merdeka hari Rabu, 23 Desember 2009 tidak ditemukan konjungsi optatif yang menyatakan harapan.
j. Urutan (sekuensial)
1). Pada teks (O.1) terdapat kata pertama yang merupakan konjungsi sekuensial yang mempunyai hubungan urutan.
2). Pada teks (P.1) terdapat kata kedua yang merupakan konjungsi sekuensial yang mempunyai hubungan urutan.
3). Pada teks (Q.1) terdapat kata ketiga yang merupakan konjungsi sekuensial yang mempunyai hubungan urutan.
4). Pada teks (R.1) terdapat kata keempat yang merupakan konjungsi sekuensial yang mempunyai hubungan urutan.
5). Pada teks (S.1) terdapat kata kelima yang merupakan konjungsi sekuensial yang mempunyai hubungan urutan.
k. Perlawanan
Dalam artikel “Mengurai Krisis Air Bersih” di Suara Merdeka hari Rabu, 23 Desember 2009 tidak ditemukan konjungsi yang menyatakan hubungan perlawanan.

l. Waktu (temporal)
Dalam artikel “Mengurai Krisiss Air Bersih” di Suara Merdeka hari Rabu, 23 Desember 2009 tidak ditemukan konjungsi temporal yang menyatakan hubungan waktu.
m. Syarat
Pada teks (K.1) terdapat kata jika yang mempunyai hubungan syarat.
n. Cara
1). Pada teks (B.1) terdapat kata dengan yang mempunyai hubungan cara.
2). Pada teks (B.2) terdapat kata dengan yang mempunyai hubungan.
3). Pada teks (L.2) terdapat kata dengan yang mempunyai hubungan.
4). Pada teks (M.1) terdapat kata dengan yang mempunyai hubungan.
5). Pada teks (M.2) terdapat kata dengan yang mempunyai hubungan.
6). Pada teks (O.2) terdapat kata dengan yang mempunyai hubungan.
7). Pada teks (P.1) terdapat kata dengan yang mempunyai hubungan.

C. Analisis Artikel/Opini “Mengurangi Krisis Air Bersih” di Harian Suara Merdeka Rabu 23 Desember 2009 dari Aspek Leksikal
1. Repetisi
Repetisi adalah penggulangan satuan lingual yang dianggap penting ntuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Repetisi dibedakan menjadi 9, yaitu:
a. Repetisi epizeuksis
Contoh dari artikel/opini “Mengurangi Krisis Air Bersih” di suara Merdeka, Rabu 23 Desember 2009 adalah sebagai berikut:
1). Kebijakan dan tujuan program ini didasarkan atas kebijakan pusat yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi daerah (B.1)
Pada tuturan di atas kata “kebijakan” diulang beberapa kali secara berturut-turut untuk menekan pentingnya kata tersebut dalam konteks tuturan itu.

2). Berdasarkan studi identifikasi kawasan
rawan air bersih/kekurangan pada 2003,
terdapat 3.104.574 jiwa penduduk yang
termasuk kategori rawan air bersih, dan
itu tersebar di 1.401 desa di 271 kecamatan
di 29 kabupaten (Q.1)
Pada tuturan di atas, kata “rawan air bersih” diulang beberapa kali secara berturut-turut untuk menekankan pentingnya kata tersebut dalam konteks tuturan itu.
3). Beberapa program yang telah dilakukan
pemerintah di antaranya menjalankan
program penyediaan air bersih berbasis
masyarakat (pamsimas) dan pembangunan
air minum dengan DAK (N.1)
Pada tuturan di atas kata “program” diulang beberapa kali secara berturut-turut untuk menekankan pentingnya kata tersebut dalam konteks tuturan.
b. Repetisi Mesodiplosis
Contoh dari artikel/opini “Mengurangi Krisis Air Bersih” di Suara Merdeka, Rabu 23 Desember 2009 adalah sebagai berikut:
1). Permasalahan krisis air bersih/kekeringan
di berbagai kota/kabupaten merupakan
siklus yang terjadi setiap tahun
di beberapa wilayah, siklus itu menjadi bencana
disebabkan kondisi alam, dan dipicu oleh
lingkungan yang makin rusak (C.1 dan 2)
Pada tiap baris artikel/opini di atas terdapat pengulangan satuan lingual “siklus” yang terletak di tengah-tengah baris secara berturut-turut. Pengulangan seperti itu oleh penulisnya dimaksudkan untuk menekankan makna satuan lingual yang diulang, yaitu siklus yang berarti daur/peredaran masa (tahun) atau putaran waktu yang didalamnya terdapat rangkaian kejadian yang berulang-ulang secara tetap dan teratur. Dalam artikel/opini di atas adalah rangkaian kejadian krisis air bersih/kekeringan yang menjadi bencana. Misalnya: kondisi alam, dan dipicu oeh lingkungan yang makin rusak.
2). Kota yang masih cukup memiliki cadangan
air minum adalah kota Magelang
Solo mempunyai cadangan air baku tetapi
perlu segera dibangun unit produksi (H.1 dan 2)
Pada tiap baris artikel/opini di atas terdapat pengulangan satuan lingual “cadangan” yang terletak di tengah-tengah baris berturut-turut. Pengulangan seperti itu oleh penulisan dimaksudkan untuk menekankan makna satuan lingual yan diulang yaitu cadangan yang berarti simpanan pengganti. Dalam artikel/opini di atas yang dimaksud adalah cadangan air minum dan cadangan air baku.
3). Pemerintah telah berupaya untuk menanggulangi
daerah rawan air dengan beberapa program
Pertama, penangulangan tanggap darurat
daerah rawan air dilakukan dengan menggunakan
mobil tangki, dan air siap minum (M.1 dan 2)
Pada tiap baris artikel /opini di atas terdapat pengulangan satuan lingual “daerah rawan air” yang terletak di tengah-tengah baris berturut-turut. Pengulangan seperti itu oleh penulisnya dimaksudkan untuk menekankan makan satuan lingual yang diulang yaitu wilayah yang kekurangan/kesulitan air. Dalam artikel/opini di atas yang dimaksud adalah upaya pemerintah untuk melindungi daerah rawan air dan penanggulangan tangfgap darurat daerah rawan air.
4). Kedua, masyarakat rawan air biasanya berada
pada pemukiman terpencil dan sulit dijangkau
dengan jarak antar rumah yang relative jauh
Ketiga, daerah rawan air biasanya berada
pada kondisi geohidrologi yang miskin air tanah,
serta topografi berbukit (P.1 dan Q.1)
Pada tiap baris artikel/ opini terdapat pengulangan satuan lingual “rawan air” yang terletak ditengah-tengah baris berturut-turut. Pengulangan seperti itu oleh penulisnya dimaksudkan untk menekankan makna satuan lingual yang diulang yaitu kesulitan/kekurangan/kelangkaan air. Dalam artikel /opini di atas yang dimaksud adalah masyarakat rawan air dan daerah rawan air.
c. Repetisi Tautotes
Dalam artikel/opini “Mengurangi Krisis Air Bersih” di Suara Merdeka, Rabu 23 Desember 2009 tidak ditemukan atau terdapat repetisi tautotes.
d. Repetisi Anaphora
Dalam artikel/opini “Mengurangi Krisis Air Bersih” di Suara Merdeka, Rabu 23 Desember 2009 tidak ditemukan atau terdapat repetisi anaphora.
e. Repetisi Epistrofa
Dalam artikel/opini “Mengurangi Krisis Air Bersih” di Suara Merdeka, Rabu 23 Desember 2009 tidak ditemukan atau terdapat repetisi epistrofa.
f. Repetisi Simploke
Dalam artikel/opini “Mengurangi Krisis Air Bersih” di Suara Merdeka, Rabu 23 Desember 2009 tidak ditemukan atau terdapat repetisi simploke.
g. Repetisi Epanalepsis
Dalam artikel/opini “Mengurangi Krisis Air Bersih” di Suara Merdeka, Rabu 23 Desember 2009 tidak ditemukan atau terdapat repetisi epanalepsis.
h. Repetisi Anadiplosis
Dalam artikel/opini “Mengurangi Krisis Air Bersih” di Suara Merdeka, Rabu 23 Desember 2009 tidak ditemukan atau terdapat repetisi anadiplosis.
i. Repetisi Utuh/Penuh
Dalam artikel/opini Mengurangi “Krisis Air Bersih” di suara Merdeka, Rabu 23 Desember 2009 tidak ditemukan atau terdapat repetisi utuh/penuh.

2. Sinonimi
Sinonimi adalah ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain (Abdul Chaer, 1990: 85 dalam Sumarlam, 2009: 29).
Sinonimi dibedakan menjadi 5 macam, yaitu:
a. Sinonimi morfem bebas dengan morfem terikat
Dalam artikel “Mengurai Krisi Air Bersih” tidak ditemukan adanya sinonimi morfem dengan morfem terikat.

b. Sinonimi kata dengan kata
Contoh dari artikel/opini “Mengurai Krisis Air Bersih” di Suara Merdeka Rabu 23 Desember 2009 adalah sebagai berikut:
1). Kebijakan dan tujuan program ini didasarkan atas kebijakan pusat yang disesuaikan dengan kebutuhan akan kondisi daerah provinsi Jateng terbagi dalam 35 wilayah kabupaten/dengan jumlah penduduk 32.397.431 jiwa (B1 dan 2).
Tampak pada tuturan di atas, kepaduan wacana tersebut antara lain didukung oleh aspek leksikal yang berupa sinonimi antara kata daerah pada kalimat pertama dengan kata wilayah pada kalimat kedua. Kedua kalimat tersebut maknanya sepadan.
c. Sinonimi kata dengan frasa atau sebaliknya
Contoh dari artikel/opini “Mengurai Krisis Air Bersih” di Suara Merdeka, Rabu 23 Desmber 2009 adalah sebagai berikut:
1). Permasalahan krisis air bersih atau kekurangan diberbagai kota atau kabupaten merupakan siklus yang terjadi setap tahun. Di beberapa wilayah, siklus itu menjadi bencana disebabkan kondisi alam, dan dipicu oleh lingkungan yang makin rusak (C.1).
Kepaduan wacana tersebut didukung oleh aspek leksikal yang berupa sinonimi antara frase krisis air bersih pada kalimat pertama, dengan kata bencana pada kalimat berikutnya. Selain itu kepaduannya juga didukung adanya pemakain kata bencana itu dengan preusasi peristiwa yang digambarkan secara rinci melalui ungkapan disebabkan kondisi alam dan dipicu oleh lingkungan yang masih rusak.
2). Kabupaten yang setap musim kemarau selalu mengalami kekeringan atau rawan air minum adalah Blora, Rembang, Pati, Sragen, Grobogan, Demak, Boyolalli, Wonogiri, dan Cilacap (J.1).
Kepaduan wacana tersebut didukung oleh aspek leksikal yang berupa sinonimi antara kota kekeringan dengan frasa rawan air minum pada kalimat yang sama.
d. Sinonimi frasa dengan frasa
Dalam artikel “Mengurai Krisis Air Bersih” di Suara Merdeka, Rabu 23 Desember 2009 tidak ditemukan adanya sinonimi frase dengan frasa.
e. Sinonimi klausa/kalimat dengan klausa / kalimat
1). Kota yang masih cukup memiliki cadangan air minum adalah kota Magelang. Solo mempunyai cadangan air baku, tetapi perlu segera dibangun unit produksi (H.1).
Pada data (H.1) terdapat
f. Sinonimi frasa dengan klausa/kalimat
1). Kedua, masyarakat rawan air biasanya berada pada pemukiman terpencil dan sulit dijangkau dengan jarak antar rumah yang relatif jauh (P.1).
Kepaduan wacana tersebut didukung oleh aspek leksikal yang berupa sinonimi antara frasa pemukiman terpencil dengan klausa sulit dijangkau dengan jarak antara rumah yang relative jauh.

3. Antonimi
Antonimi adalah satuan lingual yang maknanya berlawanan/ beroposisi dengan satuan lingual yang lain.
Antonimi disebut juga oposisi makna.
Oposisi makna dibedakan menjadi lima yaitu oposisi mutlak, oposisi kutub, oposisi hierarkial, oposisi hubungan, dan oposisi majemuk.
a. Oposisi mutlak
Dalam artikel “Mengurangi Krisis Air Bersih” dari Suara Merdeka, Rabu 23 Desember 2009 tidak ditemukan adanya oposisi mutlak
b. Oposisi kutub
Adapun daerah yang mengalami permasalahan kekeringan dalam waktu lebih pendek tapi potensial parah jika terjadi kemarau berkepanjangan adalah kabupaten Kebumen, Purworejo, Banjarnegara, Wonosobo, Banyumas, Purbalingga, Magelang, Klaten, Sukoharjo, Karanganyar, Temanggung, Semarang, Kendal, Batang, Pemalang, Pekalongan, Tegal, Brebes, Jepara dan Kudus (K.1).
Pada data (K.1) terdapat oposisi kutub antara kata pendek dengan kata berkepanjangan.
c. Oposisi hubungan
Dalam artikel “Mengurai Krisi Air Bersih” di Suara Merdeka Rabu, 23 Desember 2009 tidak ditemukan adanya oposisi hubungan.
d. Oposisi hirarkial
Dalam artikel “Mengurai Krisis Air Bersih” di Suara Merdeka Rabu, 23 Desember 2009 tidak ditemukan adanya oposisi hirarkial.
e. Oposisi majemuk
Dalam artikel “Mengurai Krisis Air Bersih” di Suara Merdeka Rabu, 23 Desember 2009 tidak ditemukan adanya oposisi majemuk
4. Kolokasi (Sanding Kata)
Kolokasi adalah sosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan.
Dalam artikel “Mengurangi Krisis Air Bersih” terdapat kolokasi sebagai berikut:
1). Kota yang mengalami kekurangan air minum pada musim kemarau adalah Tegal, Pekalongan, Semarang, Salatiga dan Solo. Kota Magelang menjadi satu-satunya daerah di Jateng yang memiliki cukup air minum. Dengan air baku 426 liter/detik, PDAM bahkan berpotensi memberikan pelayaran air minum bagi masyarakat penduduk kabupaten Magelang (L.1 dan 2)
Pada contoh di atas tampak pemakaian klausa-klausa mengalami kekurangan air minum, memiliki cukup air minum, dan memberikan pelayanan air minum, yang saling berkolokasi dan mendukung kepaduan wacana tersebut.
2). Kelima, pemerintah pusat atau daerah tidak mempunyai dana yang cukup, atau belum menempatkan penanganan daerah rawan air sebagai prioritas program pembangunan sehingga belum semua kabupaten/kota mengalokasikan dana APBD II untuk penanganan daerah rawan air (S.1)
Pada contoh di atas tampak pemakaian klausa-klausa daerah tidak mempuyai dana yang cukup dan belum semua kabupaten/kota mengalokasikan dana APBD II yang saling berkolokasi dan mendukung kepaduan wacana tersebut.

5. Hiponimi
Hiponimi adalah satuan bahasa yang maknanya dianggap merupkan bagian dari makan satuan lingual yang lain. Hiponimi menggunakan empat isitlah yaitu:
Dalam artikel “Mengurangi Krisi Air” bersih terdapat hiponimi, sebagai berikut:
1). Adapun daerah yang mulai mengalami kekeringan adalah kota Semarang, Salatiga, Tegal dan Pekalongan (H.3)
Pada data (H.3) terdapat hipernim yaitu daerah. Sementara itu, daerah yang mulai mengalami kekeringan sebagai hiponiminya adalah Semarang, Salatiga, Tegal dan Pekalongan. Hubungan antar unsur bawahan atau antara kata yang menjadi anggota hiponimi yaitu kota Semarang, Salatiga, Tegal dan Pekalongan disebut kohiponim. Hiponim berfungsi mengikat hubungan antar unsur atau antar satuan lingual dalam wacana secara sistmatis, tertutama untuk menjalin hubungan makna atasan dan bawahan, atau antara unsur yang mencukupi dan unsur yang tercukkupi. Hiponiomi dalam teks di atas yaitu hubungan antara daerah dengan kota Semarang, Salatiga, Tegal dan Pekalongan.
2). Kabupaten yang setiap musim kemarau selalu mengalami kekeringan atau rawan air minum adalah Blora, Rembang, Pati, Sragen, Grobogan, Demak, Boyolali, Wonogiri, dan Cilacap (J.1)
Pada data (j.1) terdapat hipernim yaitu kabupaten. Sementara itu, hiponimnya adalah Blora, Rembang, Pati, Sragen, Grobogan, Demak, Boyolali, Wonogiri, dan Cilacap. Hubungan antar unsur bawahan atau antarkota yang menjadi anggota hiponim yaitu Blora, Rembang, Pati, Sragen, Grobogan, Demak, Boyolali, Wonogiri, dan Cilacap disebut kohiponim. Hiponimi dalam teks diatas yaitu hubungan antara kabupaten dengan Blora, Rembang, Pati, Sragen, Grobopgan,, Demak, Boyolali, Wopnogiri dan Cilacap.
3). Adapun daerah yang mengalami permaslah kekeringan dalam waktu leih pendek tapi potensial parah jika terjadi kemarau berkepanjangan adalah kabupaten Kebumen, Purworejo, Banjarnegara, Wonosobo, Banyumas, Purbalingga, Temanggung, Semarang, Kendal, Batang, Pemalang, Pekalongan, Tegal , Berebes, Jepara dan Kudus (K.1)
Pada data (K.1) terdapat hipernim yaitu daerah. Sementara itu, hiponimnya adalah Kebumen, Purworejo, Banjarnegara, Wonosobo, Banyumas, Purbalingga, Magelang, Klaten, Sukoharjo, Karanganyar, Temanggung, Semarang, Kendal, Batang, Pemalang, Pekalongan, Tegal, Berebes, Jepara, dan Kudus.
Hubungan antar unsur bawahan atau antarkata yang menjadi anggota hiponiminya disebut kohiponim. Hubungan antara daerah dengan Kebumen, Purworejo, Banjarnegara, Wonosobo, Banyumas, Purbalingga, Magelang, Klaten, Sukoharjo, Karanganyar, Temanggung, Semarang, Kendal, Batang, Pemalang, Pekalongan, Tegal, Brebes, Jepara, dan Kudus disebut hiponimi.
4). Kota yang mengalami kekurangan air minum pada musim kemarau adalah Tegal, Pekalongan, Semarang, Salatiga dan Solo (L.1)
Pada data (L.1) terdapat hipernim yaitu kota. Sementara itu hiponiminya adalah Tegal, Pekalongan, Semarang, Salatiga dan Solo. Hubungan antar unsur bawahan atau antar kota yang menjadi anggota hiponimnya disebut kohiponim. Hubungan antara kata dengan Tegal, Pekalongan, Semarang, Salatiga, dan Solo disebut hiponimi.

6. Ekuivalensi (Kesepadanan)
Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antar satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma.
Ekuivalensi dalam artikel “Mengurangi Krisis Air Bersih, sebagai berikut:
Program pengembangan sarana penyediaan air minum (PDAM) dimaksudkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat diperkotaan dan pedesaan melalui peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan air nimum (A.1).
Pada kalimat di atas, kata meningkatkan dan peningkatan dibentuk dari bentuk asal yang sama yaitu tingkat yang menunjukkan hubungan ekuivalensi.

D. Simpulan
1. Artikel “Mengurai Krisis Air Bersih “ di Suara Merdeka, Rabu 23 Desember 2009 terdapat pada bagian wacana lokal di halaman 7 yang letaknya di pojok kanan atas. Artikel tersebut sesuai dengan keadan yang terjdi saat ini, yang perlu dipecahkan permasalahannya. Artikel tersebut brisi tentang krisis air bersih yang terjadi di beberapa wilayah yang perlu dilakukan adanya program pengembangan sarana penyediaan air minum (SPAM) untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di perkotaan dan pedesaan, melalui peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan air minum.
2. Aspek gramatikal yang paling dominan sampai yang tidak dominan
Aspek gramatikal yang paling dominan muncul adalah konjungsi (67,74%), sedangkan yang tidak dominan muncul adalah substitusi (1,43%). Dilihat dari aspek gramatikal referensi, yang paling dominan muncul adalah pronominal demonstratif (15,71%). Aspek gramatikal substitusi yang muncul adalah substitusi frasa (1,43%). Aspek gramatikal ellipsis yang paling dominan muncul adalah pelesapan frase (2,86%). Aspek gramatikal konjungsi yang paling dominan muncul adalah konjungsi penambahan aditif (25,71%).

Aspek leksikal yang paling dominan muncul adalah repetisi (36,84%), sedangkan yang tidak dominan muncul adalah antonimi dan ekuivalensi (5,26%). Dilihat dari aspek leksikal repetisi, yang paling dominan muncul adalah repetisi mesodiplosis (21,05%). Aspek leksikal sinonimi yang muncul adalah sinonimi kata dengan frasa atau sebaliknya (10,53%). Aspek leksikal antonimi yang paling dominan muncul adalah oposisi kutub (5,26%).



DAFTAR PUSTAKA

Sumarlam, dkk. 2009. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra Surakarta.

Tamzil. Mengurai Krisis Air Bersih. Dalam Suara Merdeka, 23 Desember 2009 Hal: 7 Surakarta.

LAMPIRAN

1. Objek kajian asli.

2. Objek ketikan ulang (Suara Merdeka, Rabu 23 Desember 2009).
A
1. Program pengembangan sarana penyediaan air minum (SPAM) dimaksudkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di perkotaan dan pedesaan, melalui peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan air minum.
B
1. Kebijakan dan tujuan program ini didasarkan atas kebijakan pusat yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi daerah.
2. Propinsi Jateng terbagi dalam 35 wilayah kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 32.398.431 jiwa.
C
1. Permasalahan krisis air bersih/kekeringan di berbagai kota/kabupaten siklus yang terjadi setiap tahun.
2. Di beberapa wilauyah, siklus itu menjadi bencana disebabkan kondisi alam, dan dipicu oleh lingkungan yang makin rusak.
D
1. Berdasarkan studi identifikasi kawasan rawan air bersih/kekeringan pada 2003, terdapat. 3.104.574 jiwa penduduk yang termasuk kategori rawan air bersih dan ditu tersebut di 1.401 desa di 271 kecamatan di 29 kabupaten.
E
1. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah pusat, provinsi, ataupun kabupaten/kota untuk menanggulangi daerah rawan air, diantaranya lewat penanggulangan secara darurat permanen.
F
1. Namun, masih pelru didukung oleh upaya konservasi daerah tangkapan air mengingat luas daerah rawan air bersih cenderung bertambah.
G
1. Saat ini sedang dilakukan ineventarisasi daerah kekeringan dan rawan air di Jateng oleh satuan kerja pengembangan kinerja dan pengelolaan air minum (Satker PKP).
2. Dari data sementara, ada 1.445.490 jiwa yang termasuk kategori mengalami rawan air bersih.
3. Mereka berdiam di 1.109 desa di 217 kecamatan dan 27 kabupaten /kota.
H
1. Kota yang masih cukup memiliki cadangan air minum adalah kota Magelang, Solo mempunyai cadangan air baku, tetapi perlu segera dibangun unit produksi adapun daerah yang mulai mengalami kekeringan adalah kota Semarang, Salatiga, Tegal dan Pekalongan.
2. Pelayanan PDAM di kota-kota itu sudah mulai terganggu pada musim kemarau karena kesulitan pasokan air baku.
I
1. Dampak kekeringan pada musim kemarau bisa memperparah kondisi sosial, ekonomi dan kesehatan masyarakat, terutama bagi yang berpenghasilan rendah.
2. Pasalnya, mereka banyak kehilangan waktu dan tenaga hanya untuk mengambil air dari tempat yang jauh, atau harus mengeluarkan uang lebih banyak guna membeli air dari pedagang keliling atau mobil tangki.
J
1. Kabupaten yang setiap musim kemarau selalu mengalami kekeringan atau rawan air minum adalah Blora, Rembang, Pati, Sragen, Grobogan, Demak, Boyolali, Wonogiri dan Cilacap.
K
1. Adapun derah yang mengalami permasalahan kekeringan dalam waktu pendek tapi potensial parah jika terjadi kemarau berkepanjangan adalah kaupaten Kebumen, Purworejo, Banjarnegara, Wonosobo, Banyumas, Purbalingga, Magelang, Klaten, Sukoharjo, Karanganyar, Temanggung, Semarang, Kendal Batang, Pemalang, Pekalongan, Tegal, Brebes, Jepara, dan Kudus.
L
1. Kota yang mengalami kekurangan air minum pada musim kemarau adalah Tegal, Pekalongan, Semarang, Salatiga dan Solo.
2. Kota Magelang menjadi satu-satunya daerah di Jateng yang memiliki cukup air minum.
3. Dengan air baku 426 filter/detik, PDAM bahkan berpotensi memberikan pelayanan air minum bagi masyarakat penduduk kabupaten Magelang.
M
1. Pemerintah telah berupaya untuk menanggulangi daerah rawan air dengan beberapa program.
2. Pertama, penanggulangan tanggap darurat daerah rawan air dilakukan dengan mengunakan mobil tangki dan air siap minum.
N
1. Beberapa program yang telah dilakukan pemerintah diantaranya menjalankan program penyediaan air bersh berbasis masyarakat (pamsimas) dan pembangunan air minum dengan DAK.
O
1. Kendala yang dihadapi dalam penanggulangan darah rawan air adalah pertama, air baku yang semakin terbatas, senantiasa kebutuhan akan air terus meningkat.
2. Kalaupun terdapat air baku, biasanya berada pada jarak yang cukup jauh dan sering berbenturan dengan peruntukan lain.
P
1. Kedua, masyarakat rawan air biasanya berada pada pemukiman terpencil dan sulit dijangkau dengan jarak antar rumah yang relatif jauh.
Q
1. Ketiga, daerah rawan air biasanya berada pada kondisi geohidrologi yang miskin air tanah, serta topografi berbukit.
R
1. Keempat, kondisi sosial ekonomi masyarakat dengan SDM yang terbatas sehingga kurang mempunyai kemampuan untuk mengoperasikan sarana air minum yang dibangun.
S
1. Kelima, pemerintah pusat atau daerah tidak mempunyai dana yang cukup, atau belum menempatkan penanganan daerah rawan air sebagai prioritas progam pembangunan sehingga belum semua kabupaten/kota mengalokasikan dana APBD II untuk penanganan daerah rawan air.

ANALISIS STRUKTURAL PUISI

ANALISIS STRUKTURAL PUISI “PERAHU KERTAS” SAPARDI DJOKO DAMONO DAN PUISI “JIWA” ISMA SAWITRI

Oleh :
ENDAH TRI UTAMI


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Puisi merupakan salah satu jenis karya sastra yang penyajiannya sangat mengutamakan keindahan bahasa dan kepadatan makna. Dengan puisi seorang penyair dapat mengungkapkan ekspresi perasaannya. Keindahan bahasa dan kepadatan makna yang dimiliki puisi terkadang membuat pembaca atau penikmat puisi mengalami kesulitan dalam memahami dan menangkap makna yang terkandung dalam puisi tersebut. Untuk dapat memahami dan menangkap makna di dalam puisi, pembaca harus memiliki kepekaan batin dan daya kritis terhadap puisi tersebut.
Oleh karena itu, untuk memahami dan menangkap makna puisi pembaca perlu melakukan kajian atau analisis terhadap puisi tersebut. Dalam pengkajian puisi ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan, salah satunya dengan menggunakan pendekatan struktural.
Pendekatan struktural dipelopori oleh kaum Formalis Rusia dan Strukturalisme Praha. Sebuah karya sastra, puisi, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur (pembangun)-nya. Di satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams, 1981:68 dalam Nurgiyantoro, 2007:36). Di pihak lain, struktur karya sastra juga menyaran pada pengertian hubungan antar unsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh (Nurgiyantoro,2007:36).
Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini puisi, dapat dilakukan dengan mengkaji struktur intrinsiknya, yaitu unsure fisik/unsure lahir yang meliputi bunyi, kata, baris/larik, bait, tipografi dan unsur lapis makna. Dalam bab pembahasan makalah ini akan membahas tentang analisis struktural puisi “Perahu Kertas” Sapardi Djoko Damono dan puisi “Jiwa” Isma Sawitri.

B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini ada beberapa masalah yang ingin dibahas.
1. Bagaimana analisis struktural puisi “Perahu Kertas” Sapardi Djoko Damono?
2. Bagaimana analisis struktural puisi “Jiwa” Isma Sawitri?

C. Tujuan
Dalam penulisan makalah ini ada beberapa tujuan yang ingin dicapai.
1. Mengkaji puisi “Perahu Kertas” Sapardi Djoko Damono dengan pendekatan struktural.
2. Mengkaji puisi “Jiwa” Isma Sawitri dengan pendekatan struktural.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Analisis Struktural Puisi “Perahu Kertas” Sapardi Djoko Damono

PERAHU KERTAS

Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas
dan kaulayarkan di tepi kali; alirnya sangat tenang,
dan perahumu bergoyang menuju lautan.

“Ia akan singgah di Bandar-bandar besar,” kata seorang
lelaki tua. Kau sangat gembira, pulang dengan
berbagai gambar warna-warni di kepala. Sejak itu
kau pun menunggu kalau-kalau ada kabar dari
perahu yang tak pernah lepas dari rindumu itu.
Akhirnya kaudengar juga pesan si tua itu, Nuh, katanya,
“Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah
Banjir besar dan kini terdampar di sebuah bukit”

1. Unsur fisik/unsur lahir
a. Bunyi
Dalam puisi “Perahu Kertas” terdapat rima dalam sekaligus asonansi pada bait pertama baris pertama : Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas. Pada bait pertama baris ketiga terdapat rima dalam sekaligus aliterasi : dan perahumu bergoyang menuju lautan.
b. Kata
Dalam puisi “Perahu Kertas” terdapat lambang berupa kata depan dan imbuhan.
Waktu masih kanak-kanak kau; me(m);buat perahu kertas
dan kaulayarkan; (di); tepi kali; alirnya sangat tenang,
dan perahumu (ber);goyang me(n);tuju laut;(an).

“Ia akan singgah (di); Bandar-bandar besar,” kata seorang
lelaki tua. Kau sangat gembira, pulang dengan
(ber);bagai gambar warna-warni (di); kepala. Sejak itu
kau pun me(n);tunggu kalau-kalau ada kabar dari
perahu yang tak pernah lepas dari rindumu itu.
Akhirnya kaudengar juga pesan si tua itu, Nuh, katanya,
“Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah
Banjir besar dan kini (ter);dampar (di); sebuah bukit”

Terdapat juga simbol, yaitu:
• dan perahumu bergoyang menuju lautan→ natural symbol
• dan kaulayarkan di tepi kali; alirnya sangat tenang→ natural symbol
• “Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah banjir besar dan kini terdengar di sebuah bukit”→ natural symbol

Ada penggunaan majas dalam puisi “Perahu Kertas”, yaitu pada bait pertama baris pertama : Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas menggunakan majas alusio, majas metafora pada bait kedua yaitu : “Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah banjir besar dan kini terdampar di sebuah bukit” (mengandung makna ketulusan dan keikhlasan lewat sikap seorang anak dan Nabi Nuh ketika menyelamatkan umat manusia dari banjir besar).
c. Baris/larik
Pada puisi “Perahu Kertas” mirip seperti prosa karena pada awal kalimat menggunakan huruf capital dan menggunakan tanda baca.

d. Bait
Dalam satu bait dengan bait yang lain tidak sama jumlah barisnya.
e. Tipografi
Puisi “Perahu Kertas” bentuknya mirip prosa, tepi kanan tidak teratur, banyak menggunakan tanda baca, di awal kalimat menggunakan huruf kapital dan di akhir kalimat menggunakan tanda titik seperti prosa.

2. Unsur lapis makna
a. Sense
Lewat puisi “Perahu Kertas” penyair menggambarkan tentang ketuhanan yaitu ketulusan dan keikhlasan manusia dalam mengabdi kepada Tuhan.
Parafrase :
Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas
dan kaulayarkan di tepi kali yang alirnya sangat tenang,
dan perahumu bergerak menuju lautan.

“Ia akan berhenti di tempat-tempat mana pun,” kata seorang lelaki tua. Kau sangat gembira dan pulang dengan segala sesuatu yang didapat. Sejak itu kau pun menunggu kabar dari perahu yang tak pernah lepas dari rindumu itu.
Akhirnya kau mengetahui bahwa Nuh telah mempergunakan perahumu dalam sebuah banjir besar dan kini terdampar di sebuah bukit.
b. Subject matter
Puisi ini menggambarkan tentang perilaku manusia dalam mengabdi/mencari ridho Allah di dunia dengan tulus dan ikhlas yang dalam puisi ini tampak pada sikap seorang anak yang menunggu kabar dari perahu yang tak pernah lepas dari rindumu itu dan sikap seorang anak dan Nabi Nuh bahwa perahu kertasnya telah dipergunakan untuk menyelamatkan manusia dari banjir besar.
c. Feeling
Sikap penyair terhadap pokok-pokok pikiran dalam puisi tersebut adalah tulus dan ikhlas dalam mengabdikan dirinya kepada Tuhan.
d. Tone
Sikap penyair terhadap pembaca adalah masa bodoh yang berarti tidak melibatkan pembaca.
e. Total of meaning
Pengabdian manusia kepada Tuhan harus dilakukan secara tulus dan ikhlas.

B. Analisis Struktural Puisi “Jiwa” Isma Sawitri

JIWA

Risau apa yang menggiring langkahku
ke jalan setapak ini
ke senja yang pucat ini

Rindu apa yang barangkali membawaku kembali
ke pesanggrahan terpencil ini
bangsal itu masih temaram
langit-langit tinggi, gamelan yang diam
patung-patung dalam tat ruang
yang begitu kuhafal begitu kukenang

Dan di atas di ceruk sana
bingkai jendela begitu rendah
beberapa anak tangga di bawahnya
langkah-langkah tergesa
dan sesudahnya
hidup kian tak terduga

1. Unsur fisik/unsur lahir
a. Bunyi
Dalam puisi “Jiwa” terdapat rima akhir sekaligus asonansi :
 ke jalan setapak ini
ke senja yang pucat ini
 Rindu apa yang barangkali membawaku kembali
ke pesanggrahan terpencil ini
 langkah-langkah tergesa
dan sesudahnya
hidup kian tak terduga
Terdapat pula rima dalam dan asonansi :
 yang begitu kuhafal begitu kukenang
Ada juga aliterasi dan sebagai rima akhir :
bangsal itu masih temaram
langit-langit tinggi, gamelan yang diam
patung-patung dalam tat ruang
yang begitu kuhafal begitu kukenang
Ada bunyi cocophony ‘au’ pada kata ‘risau’ yang menandakan kesedihan, kesepian.
b. Kata
Dalam puisi “Jiwa” terdapat lambang berupa imbuhan, kata depan.
Risau apa yang; me(ng);giring langkahku
(ke); jalan setapak ini
(ke); senja yang pucat ini

Rindu apa yang barangkali; me(m);bawaku kembali
(ke); (pe-an);sanggrah; (ter);pencil ini
bangsal itu masih temaram
langit-langit tinggi, gamelan yang diam
patung-patung dalam tat ruang
yang begitu kuhafal begitu kukenang

Dan; (di); atas; (di); ceruk sana
bingkai jendela begitu rendah
beberapa anak tangga (di); bawahnya
langkah-langkah (ter);gesa
dan; (se-nya); sudah
hidup kian tak; (ter);duga
Dalam puisi “Jiwa” juga ada penggunaan natural symbol pada bait pertama baris ketiga : ke senja yang pucat ini.
Ada juga penggunaan majas personifikasi yaitu: ke senja yang pucat ini.
c. Baris/larik
Baris/larik puisi “Jiwa” berbentuk bait-bait.
d. Bait
Antara tiap bait dengan bait yang lain tidak sama jumlah barisnya.
e. Tipografi
Puisi “Jiwa” berbentuk bait-bait, tepi kanan tidak teratur, tidak menggunakan tanda titik di akhir kalimat seperti pada prosa, penggunaan huruf kapital pada kalimat tertentu.
2. Unsur lapis makna
a. Sense
Lewat puisi “Jiwa” penyair menggambarkan seseorang yang teringat kembali masa lalunya.
Parafrase :
Risau apa yang membawa langkahku
ke jalan setapak ini
ke waktu yang suram ini

Rindu apa yang membawaku kembali
ke tempat terpencil ini
bangunan itu terlihat sunyi
langit-langit yang tinggi, gamelan yang diam
benda-benda dalam sisi ruang
yang begitu kuhafal dan kukenang

Dan di atas di ruang sana
bingkai jendela begitu rendah
beberapa jalan dengan
langkah tergesa
dan sesudahnya
hidup kian tak terduga
b. Subject matter
Puisi ini menggambarkan tentang masa lalu yang teringat kembali dan membuat kehidupan berubah tak terduga.
c. Feeling
Sikap penyair terhadap pokok-pokok pikiran dalam puisi tersebut adalah menghadapi kehidupan yang berubah tak terduga.
d. Tone
Sikap penyair terhadap pembaca adalah masa bodoh yang berarti tidak melibatkan pembaca.
e. Total of meaning
Masa lalu seseorang yang membawa perubahan dalam hidupnya.




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam analisis struktural puisi “Perahu Kertas” Sapardi Djoko Damono dan puisi “Jiwa” Isma Sawitri dapat disimpulkan makna yang terkandung dari masing-masing puisi tersebut, yaitu : dalam puisi “Perahu Kertas” makna yang terkandung adalah pengabdian manusia kepada Tuhan harus dilakukan dengan ketulusan dan keikhlasan; dalam puisi “Jiwa” makna yang terkandung adalah masa lalu seseorang yang membawa perubahan dalam hidupnya.


DAFTAR PUSTAKA

Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sunanda, Adyana. 2009. Catatan Perkuliahan Pengkajian Puisi. Surakarta

ANALISIS BUKU TEKS BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

ANALISIS BUKU TEKS BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNTUK SMP/MTS KELAS IX
(Berdasarkan Kriteria Greene dan Petty)



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Buku teks adalah buku pelajaran yang ditujukan bagi siswa pada jenjang pendidikan tertentu dengan bidang studi tertentu yang merupakan buku standar ditulis oleh para pakar di bidangnya masing-masing yang dilengkapi dengan sarana pengajaran untuk menunjang sesuatu program tertentu dan tujuan instruksional tertentu.
Buku teks berfungsi sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar dalam mata pelajaran tertentu. Buku teks bahasa Indonesia merupakan buku teks yang berisi materi pelajaran bahasa Indonesia dan sebagai alat utama untuk keberhasilan proses belajar mengajar bidang studi bahasa Indonesia.
Buku teks memberi kesempatan pada pemiliknya untuk menyegarkan ingatan dan sarana khusus yang ada dalam suatu buku teks dapat menolong para pembaca untuk memahami isi buku.
Buku teks bahasa dan sastra Indonesia untuk SMP/MTs kelas IX menunjang kegiatan belajar mengajar dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada siswa jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama atau Madrasah Tsanawiyah, khususnya pada kelas IX.
Semakin baik buku teks maka semakin sempurna pengajaran mata pelajaran yang ditunjangnya. Buku teks bahasa Indonesia bermutu tinggi akan meningkatkan kualitas pengajaran dan hasil pengajaran bahasa Indonesia. Agar buku teks bahasa dan sastra Indonesia untuk SMP/MTs kelas IX dapat meningkatkan kualitas pengajaran dan hasil pengajaran bahasa dan sastra Indonesia, maka perlu mengetahui apakah buku teks tersebut bermutu tinggi. Untuk itu, perlu adanya analisis terhadap buku teks tersebut dengan berdasarkan kriteria tertentu.
Dalam makalah ini, penulis akan menganalisis buku teks bahasa dan sastra Indonesia untuk SMP/MTs kelas IX berdasarkan kriteria Greene dan Petty.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa permasalahan yang dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Bagaimana kriteria buku teks berkualitas tinggi menurut Greene dan Petty?
2. Bagaimana analisis buku teks bahasa dan sastra Indonesia untuk SMP/MTs kelas IX berdasarkan kriteria Greene dan Petty?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, ada beberapa tujuan yang dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi kriteria buku teks berkualitas tinggi menurut Greene dan Petty.
2. Mendeskripsikan analisis buku teks bahasa dan sastra Indonesia untuk SMP/MTs kelas IX berdasarkan kriteria Greene dan Petty.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Kriteria Buku Teks Berkualitas Tinggi Menurut Greene dan Petty
Menurut Greene dan Petty (1971: 545-8) ada sepuluh kriteria buku teks dapat dikatakan berkualitas tinggi, yaitu:
1. Buku teks haruslah menarik minat anak-anak, yaitu para siswa yang mempergunakannya.
2. Buku teks itu haruslah mampu memberi motivasi kepada para siswa yang memakainya.
3. Buku teks itu haruslah memuat ilustrasi yang menarik hati para siswa yang memanfaatkannya.
4. Buku teks itu seyogianyalah mempertimbangkan aspek-aspek linguistik sehingga sesuai dengan kemampuan para siswa yang memakainya.
5. Buku teks itu isinya haruslah berhubungan erat dengan pelajaran-pelajaran lainnya; lebih baik lagi kalau dapat menunjangnya dengan rencana, sehingga semuanya merupakan suatu kebulatan yang utuh dan terpadu.
6. Buku teks itu haruslah dapat menstimulasi, merangsang aktivitas-aktivitas pribadi para siswa yang mempergunakannya.
7. Buku teks itu haruslah dengan sadar dan tegas menghindari konsep-konsep yang samar-samar dan tidak biasa, agar tidak sempat membingungkan para siswa yang memakainya.
8. Buku teks itu haruslah mempunyai sudut pandangan atau “point of view” yang jelas dan tegas sehingga juga pada akhirnya menjadi sudut pandangan para pemakainya yang setia.
9. Buku teks itu haruslah mampu memberi pemantapan, penekanan pada nilai-nilai anak dan orang dewasa.
10. Buku teks itu haruslah dapat menghargai perbedaan-perbedaan pribadi para siswa pemakainya.
(dalam Tarigan, 1993: 20-21).

B. Analisis Buku Teks Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMP/MTs Kelas IX Berdasarkan Kriteria Greene dan Petty
Analisis buku teks berdasarkan kriteria Greene dan Petty adalah sebagai berikut.
1. Buku teks haruslah menarik minat anak-anak, yaitu para siswa yang mempergunakannya.
Buku teks bahasa dan satra Indonesia untuk Smp/MTs kelas IX dapat menarik minat siswa. Hal ini ditunjukkan pada sampul/cover yang berwarna dengan gambar. Selain itu, buku tersebut dikemas dengan tulisan yang bervariasi, misalnya ada yang dicetak miring, ada yang menggunakan Time New Roman, ada juga yang dibuat di dalam kolom-kolom dengan latar berwarna.
2. Buku teks itu haruslah mampu memberi motivasi kepada para siswa yang memakainya.
Buku teks bahasa dan sastra Indonesia untuk SMP/MTs kelas IX mampu menumbuhkan motivasi siswa dalam proses belajar mengajar. Hal ini ditunjukkan dengan adanya berbagai macam soal dengan bentuk yang bervariasi, misalnya pencocokan jawaban, pemberian tanda centang dan instruksi-instruksi yang berbeda dan menarik sehingga memotivasi siswa untuk melakukannya. Contoh soal:
a. Pencocokan jawaban (hal 50)
Instruksi 1: Coretlah kata yang sama dengan kata di lajur kiri! Waktu kalian hanya 60 detik!
1) Hakim Hukum, hakiki, harkat, harga, hakim, hakikat.
Instruksi 2: Temukan kata di lajur kanan yang maknanya sama dengan kata di lajur kiri! Waktu kalian hanya 60 detik!
1) Hukuman Bangsi, sangsi, tangsi, sanksi, saksi.
Selain itu, ada instruksi yang menarik sehingga siswa termotivasi melakukannya. Misal, Ingat Jangan Menggerakkan Kepala Untuk Mengamati Setiap Kata, Cukup Gerakan Mata Yang Berubah!
b. Pemberian tanda centang (hal 53)
Instruksinya: Bubuhkanlah tanda centang jika pernyataan berikut merupakan tujuan dari penulisan teks di atas! Kerjakan tanpa membaca kembali teks bacaan!
1). Pengarang menginformasikan bahwa cita-cita Ellen Soebiantoro menduduki jabatan sebagai JAM Datun tercapai setelah meniti karier selama 35 tahun.
2). Pengarang memberikan contoh bahwa wanita yang memiliki pandangan dan sikap yang jelas di bidang hukum dapat menjadi jaksa yang baik dalam menegakkan keadilan.
3. Buku teks itu haruslah memuat ilustrasi yang menarik hati para siswa yang memanfaatkannya.
Buku teks bahasa dan sastra Indonesia untuk SMP/MTs kelas IX memuat ilustrasi yang dapat menarik hati siswa. Misalnya, pada subbab menulis kalimat tanya yang berhubungan dengan humor yang disukai terdapat instruksi (pada hal 64), siswa diandaikan berperan sebagai seorang wartawan majalah humor dan ditugasi untuk mewawancarai seorang tokoh.
Di dalam buku tersebut terdapat ilustrasi seorang siswa sedang mewawancarai seorang pedagang kaki lima, tergambar dengan jelas siswa mewawancarai tokoh tersebut. Ilustrasi tersebut menunjukkan kecocokan dengan topik yang dibicarakan sehingga memperjelas hal yang dibicarakan.
4. Buku teks itu seyogianyalah mempertimbangkan aspek-aspek linguistik sehingga sesuai dengan kemampuan para siswa yang memakainya.
Buku teks bahasa dan sastra Indonesia untuk SMP/MTs kelas IX sudah mempertimbangkan aspek-aspek linguistik. Hal ini ditunjukkan pada kalimat yang digunakan dalam buku tersebut sesuai dengan bahasa siswa, kalimatnya efektif, tidak ambigu, sederhana, sopan, dan menarik sehingga mudah dipahami oleh siswa. Misalnya, kalimat di bawah ini (hal 17):
Untuk melengkapi kegiatan ini, pilihlah kelompok penampil terbaik! Tunjuklah tim penilai yang terdiri atas dua orang wakil dari setiap kelompok! Tim penilai harus bekerja secara jujur dan adil. Mintalah bimbingan guru jika mengalami kesulitan dalam penilaian! Gunakan rambu-rambu berikut!
5. Buku teks itu isinya haruslah berhubungan erat dengan pelajaran-pelajaran lainnya; lebih baik lagi kalau dapat menunjangnya dengan rencana, sehingga semuanya merupakan suatu kebulatan yang utuh dan terpadu.
Buku teks bahasa dan sastra Indonesia untuk SMP/MTs kelas IX tidak hanya berhubungan dengan materi mata pelajaran bahasa Indonesia, tetapi juga mata pelajaran lain, misalnya terdapat wacana tentang ilmu pengetahuan dan teknologi yang berjudul “Sukhoi Akan Demo Di Tanjung Perak Pada Puncak Peringatan Ke- 58 HUT Ini” (berisi tentang peluncuran pesawat tempur Sukhoi di kawasan Tanjung Perak, Surabaya). Sukhoi adalah pesawat/ jet tempur asal Rusia (hal 29).
Ada pula materi yang berhubungan dengan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, misalnya pada wacana berjudul “Ellen Soebiantoro Tak Takut Memidana Mati” (berisi tentang riwayat hidup Ellen Soebiantoro sebagai penegak hukum) (hal 51).
Selain itu, juga materi yang berhubungan dengan mata pelajaran ilmu pengetahuan alam, misalnya pada wacana yang mengangkat judul “Kekeringan Lebih Berbahaya Daripada Banjir” (berisi tentang kekeringan di Indonesia yang berdampak pada sektor pertanian, energi, perekonomian) (hal 71).
6. Buku teks itu haruslah dapat menstimulasi, merangsang aktivitas-aktivitas pribadi para siswa yang mempergunakannya.
Buku teks bahasa dan sastra Indonesia untuk SMP/MTs kelas IX ini mampu menstimulasi dan merangsasng aktivitas siswa. Misal, pada subbab : Menuliskan hal penting dalam pidato dengan mengisi skema melalui diskusi kelompok. Metode diskusi kelompok ini dapat menstimulasi, merangsang aktivitas siswa (hal 15). Contoh lain, pada subbab: Menampilkan pergelaran musikalisasi puisi secara bergiliran dalam kelas dan memilih penampil terbaik (hal 17). Hal ini dapat merangsang, menantang dan menggiatkan aktivitas siswa.
7. Buku teks itu haruslah dengan sadar dan tegas menghindari konsep-konsep yang samar-samar dan tidak biasa, agar tidak sempat membingungkan para siswa yang memakainya.
Di dalam buku teks bahasa dan sastra Indonesia untuk SMP/MTs kelas IX ini menjelaskan secara rinci pada topik yang diangkat. Misal, mengidentifikasi topik pidato melalui diskusi kelompok. Di sini dijelaskan cara memilih topik pidato yang aktual dan kontekstual, serta contohnya. Seperti di bawah ini (hal 3):
Bagaimana cara memilih topik pidato yang aktual dan kontekstual? Topik pidato aktual dapat dipilih dari masalah yang sedang menjadi perhatian masyarakat. Misalnya, bagaimana mengembangkan rasa percaya diri pada remaja. Adapun topik kontekstual dipilih dari manfaat isi pidato bagi pendengar. Isi pidato harus memberikan sumbangan yang positif bagi pendengarnya.
8. Buku teks itu haruslah mempunyai sudut pandangan atau “point of view” yang jelas dan tegas sehingga juga pada akhirnya menjadi sudut pandangan para pemakainya yang setia.
Buku teks bahasa dan sastra Indonesia untuk SMP/MTs kelas IX sudah mencakup semua keterampilan berbahasa dan keterampilan bersastra sesuai dengan kurikulum KTSP. Misalnya:
a. Keterampilan berbahasa
- Memahami dan menanggapi isi teks bacaan (dari kemampuan mendengarkan).
- Menulis makalah sederhana (kemampuan menulis).
- Membaca makalah dan saling memberi saran (kemampuan membaca dan berbicara).
b. Keterampilan bersastra
- Membaca dan memahami kutipan cerpen (kemampuan membaca).
- Menulis naskah drama perorangan (kemampuan menulis).
- Mendengarkan pembacaan naskah drama dan menyampaikan saran perbaikan (kemampuan mendengarkan dan berbicara).
9. Buku teks itu haruslah mampu memberi pemantapan, penekanan pada nilai-nilai anak dan orang dewasa.
Di dalam buku teks bahasa dan sastra Indonesia untuk SMP/MTs kelas IX ini terdapat topik yang mengangkat nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Misalnya, topik pidato dengan skema isi pidato mengandung nilai sosial, seperti mengembangkan sifat suka menolong (hal 11).


Ada pula penekanan nilai-nilai agama, sosial, kesopanan pada subbab: membaca dua buah cerpen dan mendiskusikan isinya (hal 82-91). di dalam subbab tersebut mengambil contoh cerpen “Robohnya Surau Kami” dan “Anak Kebanggaan”. dalam cerpen “Robohnya Surau Kami” lebih menekankan nilai-nilai agama, sedangkan cerpen “Anak Kebanggaan” mengandung nilai-nilai agama, sosial, dan kesopanan.
10. Buku teks itu haruslah dapat menghargai perbedaan-perbedaan pribadi para siswa pemakainya.
Di dalam buku teks bahasa dan sastra Indonesia untuk SMP/MTs kelas IX ini perlakuan antara siswa satu dengan yang lain sama, tidak ada pembedaan. Misalnya, dalam kegiatan membaca dan membahas isi berita dari beberapa surat kabar melalui diskusi kelompok. Di sini terdapat instruksi:
Bagilah anggota kelasmu menjadi tiga kelompok! Setiap kelompok membaca satu teks! Bacalah sekali saja dengan cepat! Selanjutnya, kerjakan pelatihan di bawah teks!
Instruksi tersebut menunjukkan bahwa tidak ada pembedaan terhadap individu tertentu, baik dalam kemampuan, bakat, minat, dan lain-lain, serta topik-topik yang diangkat dalam buku teks tersebut tidak mengarah pada perbedaan-perbedaan individu (hal 29).
Selain dari sepuluh kriteria yang dikemukakan Greene dan Petty ada satu kriteria lagi, yaitu buku teks harus relevan dengan kurikulum yang berlaku.
Di dalam buku teks tersebut di susun relevan dengan kurikulum yang berlaku. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kesesuaian antara kompetensi dasar dengan materi/ topik-topik yang diangkat. Misal:
Kompetensi Dasar: Menulis teks pidato, ceramah, dan khotbah.
Materi/ topik/ kegiatan:
- Mengenali bagian-bagian teks pidato.
- Menuliskan slam pembuka dan penutup dalam berpidato.
- Menggunakan sapaan penghormatan dalam berpidato.
- Mengidentifikasi ciri isi pidato.
- Mendeskripsikan kosakata berantonim yang berhubungan dengan ciri kepribadian.
- Menentukan topik pidato secara perorangan.
- Menjabarkan topik pidato dalam bentuk skema dan membacakannya.
- Menuliskan dan membaca konsep teks pidato secara bergiliran dalam kelompok, serta menyampaikan penilaian.
- Memperbaiki penulisan naskah pidato.(hal 7-13)


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang dilakukan penulis terhadap buku teks bahasa dan sastra Indonesia untuk SMP/MTs kelas IX, penulis menyimpulkan bahwa buku teks tersebut memenuhi kriteria yang dikemukakan oleh Greene dan Petty, maka buku teks tersebut termasuk buku yang berkualitas dan terbukti bahwa buku tersebut telah memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses pembelajaran berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor: 26 Tahun 2005 Tanggal 26 Desember 2005 sesuai yang tertulis di sampul/cover buku bagian belakang, serta sesuai dengan kurikulum bahasa Indonesia terbaru yang tertulis di sampul/cover dalam bagian belakang.


DAFTAR PUSTAKA

Tarigan, Henry Guntur. 1993. Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa.
Nurhadi, dkk. 2005. Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMP/MTs Kelas IX. Jakarta: Erlangga.